Ketika orang lanjut usia bukan hanya sekedar “pendongeng”
Thanh Hoa adalah rumah bagi tujuh kelompok etnis, yang masing-masing membawa serta kekayaan budaya yang unik. Namun, perubahan zaman dan proses urbanisasi telah menempatkan banyak nilai-nilai tradisional pada risiko hilangnya.
Dalam konteks itu, para lansia tidak hanya berperan sebagai "pendongeng", tetapi juga sebagai pelaku, dengan segala gairah dan tanggung jawab terhadap akar budayanya.
Salah satu contoh tipikal adalah Seniman Berjasa Nguyen Nhu Chi, Ketua Klub Seni Rakyat Kota But Son (Hoang Hoa). Berawal dari tahun 2005 dengan hanya 10 anggota, Klub Cheo yang didirikan oleh Bapak Chi kini beranggotakan 25 orang dari berbagai usia. Anggota tertua berusia di atas 80 tahun, dan yang termuda berusia di bawah 25 tahun.
"Awalnya, semuanya spontan, tanpa anggaran, tanpa sponsor, hanya kecintaan pada dayung sebagai penggerak utama," ujar Pak Chi. Dari sekadar bernyanyi untuk satu sama lain, klub ini kini telah menjadi sorotan budaya setempat.
Mereka menggubah, mementaskan, dan membawakan melodi cheo yang memuji tanah air dan negara mereka, sekaligus menyebarkan kebijakan Partai dan hukum Negara.
Tak hanya tampil, Pak Chi dan anggotanya juga rutin membuka kelas untuk mengajarkan Cheo kepada kaum muda. Kelas-kelas tersebut tidak memiliki rencana pelajaran, tidak ada papan tulis, hanya alunan drum Cheo yang berirama dan luapan emosi. "Menyanyikan Cheo adalah untuk melestarikan jiwa desa," ujarnya.
Setiap kali ada festival, klub ini mengenakan pakaian baru, dengan pertunjukan panggung yang rumit serta nyanyian dan tarian tradisional Cheo, yang dijiwai dengan warna budaya pedesaan Utara.
Mereka tidak hanya tampil di tingkat lokal, tetapi juga diundang untuk berinteraksi di berbagai distrik tetangga. Banyak anggota muda yang tumbuh dari kelas Cheo yang diselenggarakan oleh para tetua, kemudian kembali untuk melanjutkan mengajar generasi berikutnya.
Di daerah pedesaan lain, desa Thuan Hoa, kecamatan Quang Trung, daerah pegunungan Ngoc Lac, suara gong masih menggema di tangan dan hati Seniman Berjasa Pham Vu Vuong.
Meski usianya sudah lanjut, semangatnya tak pernah pudar. Bapak Vuong adalah pendiri dan pemimpin sanggar gong Desa Thuan Hoa.
"Sejak kecil, suara gong dan simbal terpatri kuat dalam ingatan saya sejak saya mengikuti ibu dan nenek saya ke festival desa," ujar Pak Vuong. Sejak usia 7 tahun, ia mulai berlatih gong. Seiring bertambahnya usia, bepergian, dan belajar, ia semakin menyadari pentingnya gong dalam kehidupan spiritual dan kegiatan komunitas masyarakat Muong.
Ia tak hanya menjaga kelestarian suara gong di desa, tetapi juga menjadi jembatan untuk mendekatkan suara tersebut kepada generasi muda. Klubnya tak hanya berlatih dan tampil, tetapi juga menyelenggarakan sesi pengajaran di sekolah-sekolah dan pertukaran budaya di berbagai acara.
Siswa di Ngoc Lac tidak hanya mengetahui tentang suara gong sebagai "warisan dalam buku", tetapi juga secara langsung menyentuh, mendengarkan, dan belajar menghormati nilai-nilai etnis mereka.
"Untuk melestarikan suara gong, kita tidak hanya harus memainkannya dengan baik, tetapi juga dengan sepenuh hati. Gong bukanlah alat musik, melainkan jiwa masyarakat Muong," tegas Tuan Vuong.
Di setiap perayaan, festival budaya nasional, atau acara khusus di distrik tersebut, suara gong dari klub bergema seolah membangkitkan kenangan akan desa tersebut. Banyak siswa, setelah terpapar gong, telah mendaftar untuk belajar jangka panjang, termasuk mereka yang berasal dari kelompok etnis lain, bukan Muong.
Ketika para lansia menghidupkan kembali aset berharga bangsa
Di Thanh Hoa , ada banyak orang seperti Tuan Chi dan Tuan Vuong. Mereka adalah "kenangan hidup" bangsa, jembatan yang membawa budaya tradisional dari masa lalu ke masa kini dan masa depan. Mereka tidak berdiri di pinggir, tidak mengenang secara sepihak, tetapi setiap hari menghembuskan kehidupan ke dalam keindahan yang perlahan terlupakan.
Asosiasi Lansia Provinsi Thanh Hoa telah menjadi sumber dukungan bagi mereka selama bertahun-tahun. Organisasi ini secara aktif mendorong para anggotanya untuk mendirikan klub budaya, melestarikan festival tradisional, melestarikan adat dan praktik, serta mengajarkannya kepada anak cucu mereka. Hal ini tidak hanya untuk melestarikan warisan, tetapi juga untuk memperkaya kehidupan spiritual masyarakat.
Banyak daerah pegunungan seperti Quan Hoa, Quan Son, Ba Thuoc, Lang Chanh… juga menjadi saksi bisu peran penting para orang tua dalam melestarikan suara seruling pan, tarian, lagu mo, lagu pengantar tidur, warisan tak benda yang terancam punah jika tidak dilestarikan.
Dari berpartisipasi dalam penyusunan buku-buku tentang pendidikan etnis tradisional di sekolah-sekolah, menyelenggarakan kelas musim panas untuk anak-anak, hingga memainkan peran sebagai "konduktor" dalam kelompok seni desa, para lansia menjaga budaya lokal tetap hidup dengan pengalaman hidup mereka sendiri.
Tanpa slogan, para lansia ini diam-diam menjalankan "Program Aksi Warisan" dengan cara mereka sendiri, dari gang-gang kecil hingga rumah-rumah komunal, dari ruang kelas di lereng bukit hingga balai desa. Mereka tidak menunggu, tidak membiarkan diri mereka terombang-ambing oleh waktu atau intervensi proyek, melainkan menjadi proyek yang hidup dengan gigih dan tulus.
Kehadiran mereka dalam setiap tarian, dalam setiap lagu kuno, dalam alunan genderang festival, atau gemerincing gong, adalah bukti bahwa: budaya nasional tak hanya hidup dalam buku sejarah, tetapi juga hidup dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah panggilan tanpa kata bagi generasi mendatang untuk mengenal diri mereka, dari mana mereka berasal, dan ke mana mereka akan pergi.
Sumber: https://baovanhoa.vn/van-hoa/ky-uc-song-gin-giu-hon-dan-toc-145171.html
Komentar (0)