Di penghujung bulan Agustus, Hanoi seakan mengenakan mantel baru. Semilir angin sejuk pertama musim ini berembus lembut di pagi hari, aroma beras segar mengikuti jejak para pedagang kaki lima yang berembus di setiap jalan. Pohon dracontomelon tua di Jalan Phan Dinh Phung juga mulai menguning dan berubah warna menjadi cokelat, menandakan musim berganti mantel. Cuaca musim gugur di Hanoi sudah cukup membuat orang jatuh cinta, kini semakin indah ketika bendera merah dengan bintang kuning berkibar di sepanjang jalan, berpadu dengan kegembiraan dan antusiasme orang-orang yang bersiap menyambut festival besar - Hari Kemerdekaan.

Hanoi kini terasa khidmat sekaligus asing. Di sepanjang jalan, di setiap atap, balkon, dan gang-gang kecil, bendera-bendera merah dengan bintang-bintang kuning berkibar memenuhi langit, silih berganti membentuk lautan bendera yang luas, menerangi sudut langit. Papan reklame, spanduk, dan bunga-bunga yang semarak menambah kemegahan dan kepahlawanan. Namun, keindahan Hanoi tak hanya terletak pada warna-warna gemilang itu, melainkan juga terpancar dalam setiap senyum yang terpancar di jalanan, dalam sorot mata anak-anak yang riang saat melihat bendera berkibar, dalam jabat tangan erat para prajurit dan rekan senegaranya. Hal-hal kecil dan sederhana yang tampak tak kasat mata itu, menciptakan cinta, makna, dan vitalitas abadi kota berusia seribu tahun ini.
Pagi ini, Ayah bangun lebih pagi dari biasanya. Sambil menunggu air mendidih untuk membuat sepoci teh, ia diam-diam mengambil sapu dan menyapu trotoar di depan rumah. Ia berkata, "Akhir-akhir ini banyak orang yang datang ke sini. Rumah kita sedang mengadakan pesta besar, jadi harus rapi dan bersih, Nak." Biasanya, ia jarang membuka pintu, sebagian karena takut berisik. Namun, sepanjang minggu ini, setiap kali ia melihat jadwal gladi resik parade, ia bangun pagi-pagi sekali, menyeduh beberapa ember teh encer untuk ditawarkan kepada orang-orang yang lewat secara gratis.
Seperti ayah saya, banyak keluarga di Hao Nam, Thuy Khue... juga membuka pintu untuk menyambut para veteran atau kerabat dari jauh yang menghadiri upacara untuk mendapatkan tempat tinggal. Penginapan "0 dong", hidangan sederhana namun bermakna, bagaikan ungkapan syukur yang hening namun mendalam, menghangatkan hati orang-orang.
Berjalan di tengah kota, kita bisa dengan mudah menemukan kisah-kisah kecil namun hangat seperti itu. Orang-orang menyiapkan deretan kursi plastik, mengundang orang-orang untuk duduk dan beristirahat. Orang-orang menyiapkan teko, botol air dingin, kue, bahkan kipas angin kertas dan jas hujan untuk dibagikan kepada orang-orang dari jauh yang datang ke Hanoi untuk menyaksikan upacara akbar tersebut. Beberapa keluarga bahkan memasak mi, membuka toilet bersih, dan mengundang tamu dari jauh untuk beristirahat. Hal-hal kecil ini bersinar terang di antara kerumunan, seperti lampu hangat yang menerangi festival besar.
Nuansa muda Hanoi juga menyatu dalam ritme tersebut. Para relawan muda berkeliaran di jalanan, membagikan kebutuhan pokok, memandu pengunjung, dan memunguti sampah demi menjaga ibu kota tetap asri. Sekelompok anak muda di Thuy Khue bahkan menawarkan perjalanan sepeda motor "gratis" untuk mengantar lansia dan anak-anak ke lokasi latihan parade. Hanya dalam satu hari, ratusan perjalanan memperpanjang kegembiraan, terlepas dari terik matahari atau hujan yang tiba-tiba.
Hanoi musim gugur ini tak hanya indah dipandang mata, tetapi juga indah dalam perasaan manusia. Dari rumah-rumah berpintu terbuka, kotak makan siang dan semangkuk mi yang sederhana namun tulus, bus-bus gratis, hingga deru barisan militer di alun-alun, semuanya menyatu dalam harmoni yang dipenuhi kebanggaan.
Sumber: https://www.sggp.org.vn/co-bay-noi-noi-muon-anh-sao-vang-post811046.html
Komentar (0)