Declan Rice menjadi penyesalan bagi MU. |
Kemenangan 2-0 Arsenal atas Athletic Club pada dini hari tanggal 17 September merupakan bukti nyata dari semangat tim yang berambisi mencapai puncak Eropa. Martinelli dan Trossard mungkin mencetak gol, tetapi nama yang harus disebut semua orang setelah pertandingan tak lain adalah Declan Rice. Dan meskipun pujian dilimpahkan kepada pemain nomor 41 Arsenal, di Manchester, mungkin banyak penggemar "Setan Merah" hanya bisa mendesah: "Seandainya saja...".
Performa menyeluruh di San Mames
Bilbao bukanlah tempat yang mudah untuk menang. Athletic Club, dengan gaya bermainnya yang berapi-api dan semangat Basque yang membara, menyulitkan tim mana pun. Arsenal pun tak terkecuali: mereka bermain imbang di babak pertama, kesulitan melepaskan diri dari tekanan, dan jarang mengancam gawang Unai Simon.
Namun di tengah semua tekanan itu, Rice tetap tegar bak pemimpin sejati. Ia hadir di setiap titik kritis, merebut bola, mencegat umpan, dan langsung melancarkan serangan balik.
68 sentuhan, 47/58 umpan akurat, 10 umpan ke sepertiga akhir, 6 umpan panjang akurat dan 3 umpan kunci - semuanya mengatakan satu hal: Rice adalah konduktor diam yang menjaga Arsenal tetap bertahan selama badai.
Tak hanya bertahan dengan gemilang, Rice juga berhasil merebut lima bola dan dua blok berbahaya. Rice juga menjadi sosok yang membantu timnya keluar dari tekanan dan menciptakan terobosan di lini tengah. Ia menjadi perisai, jembatan, sekaligus penggerak bagi tekanan Athletic di babak kedua.
Manchester United berhak merasa getir melihat Rice bermain seperti itu. Pada musim panas 2023, "Setan Merah" berkesempatan memboyongnya ke Old Trafford. Namun, alih-alih fokus bersaing dengan Arsenal dan West Ham, mereka justru kesulitan mendapatkan pemain lain, mulai dari Mason Mount hingga Sofyan Amrabat.
Rice bermain bagus saat Arsenal mengalahkan Athletic Bilbao. |
Jika menilik ke belakang, kesenjangan di lini tengah Old Trafford terlihat jelas. Performa Casemiro menurun, Mount sering cedera, dan pemain baru seperti Matheus Cunha dan Benjamin Sesko gagal mengisi kekosongan di lini tengah.
MU memimpikan seorang "bos lini tengah" yang bisa menyapu bola, mengoper dengan akurat, dan memimpin permainan - tetapi semua itu hanya ada di layar TV setiap kali mereka melihat Declan Rice bersinar dalam balutan seragam Arsenal.
Beras - perbedaan antara stabilitas dan kekacauan
Manchester United di bawah asuhan Ruben Amorim tampil sebagai tim yang kurang menguasai bola. Kekalahan 0-3 dari Man City dan serangkaian hasil buruk menunjukkan bahwa mereka selalu tertinggal di lini tengah. Celah antara pertahanan dan lini tengah sering dimanfaatkan, dan "Setan Merah" tidak memiliki pemain yang cukup berani untuk bangkit dan memadamkan api.
Di sisi lain, Arsenal di Bilbao memberikan contoh sebaliknya. Mereka tidak perlu mendominasi penguasaan bola atau menciptakan banyak peluang, tetapi dengan Rice, klub memiliki rasa aman, keseimbangan, dan keyakinan. Dialah faktor yang memungkinkan Arteta memasukkan Martinelli dan Trossard untuk mematikan permainan, karena ada "jangkar" di belakang yang menjaga keseimbangan.
Seandainya Manchester United punya pemain seperti Rice, mereka tak akan terpuruk di Etihad atau kesulitan menghadapi lawan-lawan yang peringkatnya lebih rendah. Perbedaan antara Arsenal dan Manchester United saat ini terkadang bisa diringkas dalam satu nama: Declan Rice.
Investasi £100 juta yang dikeluarkan Arsenal untuk Rice sempat dianggap absurd. Namun, setelah lebih dari setahun, semua orang harus mengakui bahwa itu adalah investasi yang bijaksana. Bukan hanya karena statistiknya, tetapi juga karena pengaruhnya yang tak terlihat – cara ia menciptakan rasa aman, cara ia membuat rekan satu timnya percaya dan lawannya waspada.
Beras adalah perbedaan besar antara Arsenal dan MU. |
Sementara itu, Manchester United menghabiskan ratusan juta poundsterling untuk nama-nama yang tidak membuahkan hasil yang sepadan. Jika dibandingkan dengan investasi "Setan Merah" yang gagal, penyesalannya bahkan lebih besar. Karena jelas, MU tidak kekurangan uang, hanya kekurangan visi dan ketegasan di waktu yang tepat.
Kemenangan di Bilbao mungkin hanyalah langkah kecil dalam perjalanan panjang Arsenal. Namun bagi Manchester United, itu adalah cerminan pahit: mereka harus membayar mahal karena gagal mendapatkan Rice. Sementara Arsenal terus berkembang dan memimpikan Liga Champions, "Setan Merah" masih berjuang untuk menemukan ritme permainan mereka.
Karier Rice masih panjang, tetapi penampilannya telah menegaskan bahwa inilah tipe gelandang yang diinginkan setiap tim besar. Dan bagi Manchester United, setiap penampilannya yang gemilang selalu diwarnai rasa sakit yang disebut "seandainya".
Sumber: https://znews.vn/rice-dan-dat-arsenal-de-lai-khoang-trong-am-anh-mu-post1585858.html
Komentar (0)