Vietnam.vn - Nền tảng quảng bá Việt Nam

Độc lập - Tự do - Hạnh phúc

Bagaimana mungkin nama provinsi setelah penggabungan tidak hanya sekedar 'tambahan mekanis'?

(Berita VTC) - Menurut Wakil Majelis Nasional Bui Hoai Son, penamaan provinsi setelah penggabungan bukan hanya masalah administratif tetapi juga cara untuk mengekspresikan identitas, sejarah, dan keharmonisan tanah.

VTC NewsVTC News13/03/2025

Pertanyaan tentang apakah akan mempertahankan nama lama atau menggantinya dengan nama baru saat menggabungkan provinsi dan kota menarik perhatian khusus dari publik. Bagaimana kita dapat melestarikan nama-nama lama yang erat kaitannya dengan penduduk setempat dan berkontribusi dalam mendefinisikan suatu wilayah budaya? Di saat yang sama, jika kita memilih nama baru, bagaimana kita dapat menjadikannya bukan sekadar kombinasi mekanis tetapi tetap memiliki makna dan identitasnya sendiri?

Isu ini juga disinggung oleh Perdana Menteri Pham Minh Chinh dalam rapat Komite Tetap Komite Partai Pemerintah pada sore hari tanggal 11 Maret. Beliau menekankan bahwa penamaan provinsi setelah penggabungan harus menjamin kesinambungan, yang mencerminkan sejarah dan karakteristik daerah tersebut.

Pada tanggal 6 November 1996, Majelis Nasional mengesahkan resolusi yang mengizinkan pemisahan Provinsi Quang Nam - Da Nang menjadi Provinsi Quang Nam dan Kota Da Nang di bawah pemerintahan pusat. (Dalam foto: Distrik Ngu Hanh Son, Kota Da Nang. Foto: Kim Lien)

Pada tanggal 6 November 1996, Majelis Nasional mengesahkan resolusi yang mengizinkan pemisahan Provinsi Quang Nam - Da Nang menjadi Provinsi Quang Nam dan Kota Da Nang di bawah pemerintahan pusat. (Dalam foto: Distrik Ngu Hanh Son, Kota Da Nang. Foto: Kim Lien)

Pertahankan nama lama atau ganti nama?

Menanggapi wartawan dari VTC News, Associate Professor Dr. Bui Hoai Son, seorang delegasi Majelis Nasional yang bekerja penuh waktu di Komite Kebudayaan dan Masyarakat Majelis Nasional, mengatakan bahwa memilih nama baru saat menggabungkan provinsi dan kota bukan sekadar keputusan administratif, tetapi juga memiliki makna budaya, sejarah, dan identitas lokal yang mendalam.

Nama suatu daerah bukan hanya sekedar gelar, tetapi erat kaitannya dengan budaya, manusia, dan perjalanan waktu, sebagai bukti perubahan dan tonggak penting dalam perjalanan pembangunan.

" Ketika meneliti penggabungan beberapa provinsi, penamaan unit administratif baru bukan sekadar masalah manajemen murni, tetapi juga melibatkan pewarisan, mengingat masa lalu, mengekspresikan keinginan untuk bangkit, dan menghubungkan dengan tren dan integrasi modern, " tegas Bapak Son.

Menurut Bapak Son, ada dua arah utama dalam penamaan unit administratif baru.

Pendekatan pertama adalah memulihkan nama-nama bersejarah sebagai cara untuk menghormati dan melestarikan nilai-nilai budaya dan sejarah lokal. Banyak nama tempat kuno menyimpan kisah dan tanda-tanda penting dalam pembentukan dan perkembangan suatu wilayah. Penggunaan kembali nama-nama ini dapat membantu masyarakat terhubung dengan masa lalu, membangkitkan rasa bangga, dan memperkuat kohesi komunitas.

Pak Son mengatakan bahwa ada kemungkinan untuk mempertimbangkan memulihkan nama-nama lama yang ada ketika penggabungan provinsi, seperti Ha Bac (Bac Ninh - Bac Giang), Vinh Phu (Vinh Phuc - Phu Tho), Bac Thai (Bac Kan - Thai Nguyen), Nam Ha (Nam Dinh - Ha Nam), Nghe Tinh (Nghe An - Ha Tinh)...

Nama-nama ini tidak hanya membantu mengingat suatu unit administratif tetapi juga membangkitkan jejak budaya dan karakteristik daerah yang pernah ada, sehingga menciptakan kohesi masyarakat dan kebanggaan lokal.

" Penggunaan kembali nama lama dapat menjadi solusi untuk mempermudah proses penggabungan secara psikologis dan sosial. Selain itu, hal ini juga menghindari perdebatan yang tidak perlu mengenai nama baru, karena nama-nama tersebut tercatat dalam sejarah dan memiliki penerimaan yang tinggi di masyarakat, " ujar Bapak Son. Namun, beliau juga mencatat bahwa tidak semua kasus dapat atau sebaiknya menerapkan metode ini, tetapi perlu dipertimbangkan secara cermat berdasarkan karakteristik masing-masing daerah.

dbqh hoai son dust 1.jpg

Nama yang terfragmentasi terkadang dapat membuat orang merasa terasing dari tanah airnya sendiri.

Delegasi Majelis Nasional Bui Hoai Son

Arah kedua yang disebutkan delegasi Majelis Nasional adalah membuat nama baru, terutama dalam kasus penggabungan banyak unit administratif dengan identitas yang berbeda.

Pak Son mengajukan pertanyaan, beberapa provinsi dan kota setelah pemisahan telah berkembang secara berbeda, memiliki karakteristiknya sendiri, dan arah baru. Kembali ke nama masa lalu saja mungkin menciptakan mentalitas nostalgia, tetapi apakah itu benar-benar mencerminkan identitas dan perubahan tanah yang baru?

" Penting bahwa nama tersebut memiliki makna positif, mencerminkan karakteristik geografis, sejarah, dan budaya wilayah gabungan, dan pada saat yang sama konsisten dengan tren pembangunan di era baru, " kata Bapak Son.

Faktanya, baru-baru ini, setelah menggabungkan beberapa komune dan distrik, nama baru tersebut dibentuk dengan menggabungkan dua kata dari dua unit administratif lama. Bapak Bui Hoai Son menilai bahwa ini merupakan kompromi tetapi bukan pendekatan yang optimal.

Karena setiap nama tempat mempunyai sejarah, budaya dan jati dirinya masing-masing, jika hanya mengambil sebagian nama tersebut dan digabung dengan nama tempat lain, tanpa sengaja dapat menghilangkan makna utuhnya dan memudarkan jati diri daerah masing-masing.

" Apakah ini cara terbaik? Dua nama dengan identitasnya masing-masing digabungkan secara mekanis, apakah ini akan merusak identitas alami dan harmonis masing-masing negeri? Nama yang terpisah terkadang dapat membuat orang merasa terasing dari tanah air mereka, " ujar wakil Majelis Nasional.

Lebih lanjut, beberapa nama gabungan bisa panjang, sulit dibaca, sulit diingat, dan dalam beberapa kasus bahkan menimbulkan perdebatan publik ketika orang-orang merasa nama daerah mereka disingkat dan tidak diungkapkan secara lengkap. Hal ini, menurut Bapak Son, dapat memengaruhi psikologi masyarakat dan mengurangi konsensus dalam proses penggabungan.

Turut berdiskusi, Ibu Nguyen Thi Viet Nga, Wakil Ketua Delegasi Majelis Nasional Provinsi Hai Duong, berkomentar bahwa penamaan tempat baru setelah penggabungan merupakan isu yang menarik perhatian banyak orang. Ketika penggabungan, setiap daerah ingin mempertahankan namanya sendiri.

" Karena nama itu erat kaitannya dengan tradisi, sejarah, budaya, dan telah melekat erat dengan daerah tersebut sejak zaman dahulu. Orang Vietnam sangat mencintai tanah air mereka, dan kecintaan itu diwujudkan dalam keinginan untuk mempertahankan nama yang telah lama ada ," ujar Ibu Nga.

Akan tetapi, kita perlu berpikir dalam arah yang baru dan lebih mendalam, karena penggabungan bukanlah untuk menghapus suatu daerah, dan juga bukan untuk membuat seseorang kehilangan tanah airnya, tetapi tujuannya adalah agar tanah air dan negara kita semakin maju.

Anggota DPR perempuan itu mengatakan, dalam pemberian nama provinsi baru pascapenggabungan, banyak faktor yang mesti dipertimbangkan.

Nama baru hasil penggabungan dapat mempertahankan nama provinsi yang sudah ada, dapat pula mengambil kembali nama lama, dapat pula menjadi nama baru berdasarkan nama provinsi lama... Ini merupakan persoalan ilmiah yang perlu diteliti secara cermat dan tidak ada rumus umum untuk hal ini.

" Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan setiap kasus spesifik. Apa pun rencananya, saya berharap mendapatkan konsensus dan dukungan dari masyarakat. Provinsi ini memang tidak bisa lagi mempertahankan nama lamanya, tetapi bukan berarti kita dirugikan atau kehilangan sesuatu, melainkan yang terpenting adalah bergerak menuju pembangunan bersama ," ujar Ibu Nguyen Thi Viet Nga.

Berkonsultasi dengan masyarakat untuk menciptakan konsensus

Daripada menerapkan metode mekanis dengan menggabungkan nama, Associate Professor Dr. Bui Hoai Son percaya bahwa perlu mempertimbangkan kriteria yang lebih penting dalam penamaan, seperti faktor sejarah, geografis, budaya atau simbol umum yang mewakili seluruh wilayah.

Terkait faktor sejarah, Bapak Son menegaskan bahwa nama suatu daerah hendaknya mencerminkan kedalaman adat istiadat, peristiwa penting, atau nilai-nilai khas yang membentuk jati diri daerah tersebut.

" Beberapa nama tempat tercatat dalam sejarah melalui periode pembangunan dan pertahanan nasional, atau melalui tokoh-tokoh terkemuka dan warisan budaya. Saat memilih nama baru, perlu dipertimbangkan apakah nama tersebut dapat dilanjutkan atau tidak. Penamaan berdasarkan nama-nama kuno, nama-nama tempat yang sudah ada sebelumnya, dapat menjadi arah yang masuk akal, asalkan masih konsisten dengan praktik pembangunan ," ujar Bapak Son.

Selain itu, budaya lokal juga merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan. Setiap daerah memiliki karakteristiknya sendiri, baik dalam hal adat istiadat, kebiasaan, bahasa, maupun gaya hidup. Oleh karena itu, nama yang tepat tidak hanya membantu orang merasa terikat dan bangga, tetapi juga menunjukkan semangat solidaritas dan kerukunan antarmasyarakat.

Selain itu, Bapak Son menyarankan agar nama baru tersebut mencerminkan visi dan aspirasi pembangunan daerah tersebut. Beberapa negara di dunia telah mengadopsi penamaan simbolis, yang mencerminkan karakteristik sosial-ekonomi atau orientasi masa depan.

" Di Vietnam, sangat mungkin untuk merujuk pada metode ini, asalkan tidak asing bagi kehidupan masyarakat. Misalnya, jika sebuah provinsi atau kota memiliki keunggulan di bidang kelautan, pariwisata, industri, atau warisan budaya, namanya dapat mencerminkan karakteristik tersebut, sehingga membantu membangun merek lokal dengan lebih jelas ," ujarnya.

Menurut Wakil Majelis Nasional Bui Hoai Son, jika terjadi perubahan nama, harus dicari nama yang bermakna luas, yang mewakili semangat bersama seluruh wilayah, bukan hanya mencerminkan sebagian lokasi sebelumnya.

Lebih jauh lagi, nama suatu daerah baru juga perlu mempunyai visi jangka panjang, konsisten dengan orientasi pembangunan masa depan.

Namun, Bapak Bui Hoai Son berkomentar bahwa betapa pun bagusnya sebuah nama, jika tidak diterima oleh masyarakat, akan sulit untuk menjadi simbol bersama bagi seluruh negeri. Untuk memastikan konsensus masyarakat dalam memilih nama baru ketika menggabungkan unit administratif, hal terpenting adalah menempatkan masyarakat sebagai pusat proses ini.

" Jika sebuah nama diberikan tanpa mendengarkan dan menghormati pendapat masyarakat, kemungkinan besar akan menimbulkan reaksi beragam, bahkan perpecahan dan hilangnya hubungan dengan tanah yang diwakili oleh nama tersebut, " ujar Associate Professor Dr. Bui Hoai Son, seraya menambahkan bahwa ada banyak cara untuk melakukan konsultasi yang efektif.

Pemerintah dapat menyelenggarakan survei dan forum konsultasi, atau bahkan melalui saluran digital. Hal ini tidak hanya membantu mengumpulkan beragam perspektif, tetapi juga membantu masyarakat merasa dihormati dan memiliki suara dalam keputusan penting terkait wilayah mereka, sehingga konsensus akan terbentuk secara lebih alami.

Untuk menghindari usulan penamaan yang tersebar luas dan tidak berdasar, Bapak Son mengusulkan agar pemerintah mengajukan beberapa pilihan penamaan berdasarkan kriteria tertentu sehingga masyarakat dapat memilih.

Selain itu, penting untuk menjelaskan arti nama tersebut dengan jelas. Mempertahankan nama lama atau memilih nama baru juga membutuhkan sebuah cerita, alasan yang meyakinkan agar orang-orang mengerti dan bersimpati.

Sebuah nama dapat dikaitkan dengan sejarah, simbol budaya suatu daerah, atau mengekspresikan aspirasi pembangunan daerah di era baru. Ketika orang-orang merasakan makna di baliknya, nama tersebut akan lebih mudah diterima.

Yang lebih penting, menurut Bapak Son, ketika ada konsensus, nama yang dipilih harus dihormati dan dilestarikan untuk jangka waktu yang lama. Suatu daerah tidak dapat terus-menerus mengubah namanya hanya karena perbedaan pendapat yang muncul kemudian.

" Berkonsultasi dengan masyarakat bukan hanya sebuah langkah dalam proses administratif, tetapi juga kesempatan untuk membangun konsensus, membangkitkan kebanggaan lokal, dan menunjukkan rasa hormat terhadap sejarah dan budaya tanah air. Sebuah nama hanya benar-benar bermakna ketika lahir dari rakyat, diterima secara luas oleh masyarakat, dan menjadi simbol bersama untuk tahap pembangunan baru, " tambah anggota Majelis Nasional tersebut.

Vtcnews.vn

Sumber: https://vtcnews.vn/lam-sao-de-ten-goi-tinh-sau-sap-nhap-khong-chi-la-phep-cong-co-hoc-ar931310.html


Komentar (0)

No data
No data

Dalam topik yang sama

Dalam kategori yang sama

Hanoi menyala dengan kembang api untuk merayakan Hari Nasional 2 September
Seberapa modern helikopter antikapal selam Ka-28 yang berpartisipasi dalam parade laut?
Panorama parade perayaan 80 tahun Revolusi Agustus dan Hari Nasional 2 September
Close-up jet tempur Su-30MK2 yang menjatuhkan perangkap panas di langit Ba Dinh

Dari penulis yang sama

Warisan

Angka

Bisnis

No videos available

Berita

Sistem Politik

Lokal

Produk