Berikut analisis isu ini oleh George Chen - Managing Director dan Co-Chair Digital Practice di The Asia Group, sebuah firma konsultan kebijakan dan bisnis, di SCMP.
Sebuah toko Apple di Beijing. Ponsel Apple, yang dulunya merupakan simbol status yang tak terbantahkan di kalangan anak muda Tiongkok, kini pangsa pasarnya di Tiongkok tergerus secara signifikan. Foto: Bloomberg |
Sejak diluncurkan lebih dari 17 tahun yang lalu, iPhone Apple telah menjadi lebih dari sekadar ponsel pintar bagi konsumen Tiongkok – melainkan simbol status. Hal ini terutama berlaku bagi generasi muda Tiongkok, yang tumbuh besar dengan pengaruh budaya Amerika, mulai dari minum Coca-Cola hingga menonton film-film Hollywood ketika Beijing membuka ekonominya untuk investasi asing di awal 1980-an.
Namun, daya tarik iPhone baru-baru ini memudar dan Apple, perusahaan teknologi konsumen terkemuka di dunia , kehilangan daya tariknya di China.
Pangsa pasar Apple tergerus secara signifikan. Untuk pertama kalinya pada kuartal kedua tahun ini, lima ponsel pintar terlaris di Tiongkok semuanya adalah merek domestik. Lima teratas adalah Vivo, diikuti oleh Oppo, Honor (merek saudara premium Huawei), Huawei, dan Xiaomi. Apple turun ke posisi keenam, dengan pangsa pasar hanya 14%.
Lalu apa yang berubah? Geopolitik , khususnya ketegangan AS-Tiongkok, telah merugikan bisnis Apple di Tiongkok. Beijing telah meningkatkan propaganda dalam beberapa tahun terakhir untuk mendukung merek-merek domestik. Kini, Beijing juga dilaporkan meminta pejabat pemerintah dan pegawai BUMN untuk tidak menggunakan iPhone atau merek asing lainnya, yang diduga demi alasan keamanan nasional.
Apple mungkin turut bertanggung jawab atas situasi ini. Produsen ponsel Tiongkok seperti Huawei Technologies dan Xiaomi telah berinvestasi besar-besaran pada produk mereka, termasuk mengintegrasikan lensa kamera Leica dan teknologi pencitraan untuk meningkatkan kualitas gambar — melayani konsumen Tiongkok yang menghargai fotografi.
Para analis industri telah menyatakan kekhawatiran tentang kurangnya inovasi pada iPhone dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena harga iPhone murah kini menyaingi harga beberapa laptop. Ponsel bermerek Tiongkok biasanya berharga sepertiga hingga setengah harga iPhone, menempatkan Apple dalam posisi sulit di tengah melemahnya sentimen konsumen.
Perang harga serupa juga terjadi di pasar kendaraan listrik (EV), di mana BYD dan produsen EV domestik lainnya memangkas harga untuk bersaing dengan merek asing seperti Tesla. Tiongkok adalah pasar otomotif terbesar di dunia berdasarkan penjualan kendaraan.
Konsumen Tiongkok menjadi lebih cermat dan pragmatis; mereka tidak lagi menganggap merek teknologi asing seperti Apple sebagai "premium". Sementara itu, merek-merek Tiongkok telah membuat kemajuan signifikan dalam kualitas dan inovasi selama dekade terakhir.
Bahkan para pemimpin teknologi AS pun mengakui tren inovasi ini. Pendiri dan CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengatakan ia harus belajar dari WeChat, yang sering disebut sebagai "aplikasi super" Tiongkok, yang unggul dalam pengiriman pesan, media sosial, pembayaran, dan puluhan layanan daring lainnya.
Bagi Apple dan merek asing lainnya yang ingin mempertahankan loyalitas konsumen Tiongkok, memahami dan merangkul lokalisasi sangatlah penting. Konsumen Tiongkok kini mencari produk yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari mereka. Untuk ponsel pintar, mereka memprioritaskan fitur-fitur seperti kualitas gambar yang superior dan integrasi yang lancar dengan aplikasi-aplikasi penting Tiongkok untuk pembayaran lokal, e-commerce, dan transportasi umum.
Kurangnya lokalisasi Apple mungkin berkaitan dengan budaya perusahaan yang terpusat. Keputusan-keputusan besar, mulai dari desain hingga pemasaran, dibuat di kantor pusat perusahaan di Cupertino, California. Bagi Apple, Tiongkok adalah tempat untuk berkumpul.
Xiaomi yang berbasis di Beijing, vendor ponsel pintar terbesar ketiga di dunia, pada kuartal kedua tahun ini, menurut firma riset International Data Corporation (IDC), diperkirakan akan meluncurkan Mix Flip, ponsel clamshell pertamanya, dan Mix Fold 4, yang memiliki desain ramping seperti buku yang dapat dibuka secara horizontal menjadi mode tablet, menurut teaser yang dirilis oleh perusahaan tersebut. Foto: Xiaomi
Meskipun Apple terus kehilangan pangsa pasar di Tiongkok, merek-merek ponsel pintar Tiongkok justru mendapatkan lebih banyak konsumen secara global. Samsung dan Apple tetap menjadi dua merek ponsel pintar teratas dunia berdasarkan jumlah pengiriman, tetapi Xiaomi dengan cepat mengejar ketertinggalan, mempersempit kesenjangan pangsa pasar. Pada akhir kuartal kedua tahun ini, Xiaomi menguasai 14,8 persen pangsa pasar global, dibandingkan dengan Apple yang hanya 15,8 persen, menurut International Data Corporation.
Apple akan meluncurkan seri iPhone 16 pada 9 September, memperkenalkan generasi baru iPhone yang ditenagai oleh produk kecerdasan buatan (AI) Apple, yang disebut Apple Intelligence. Ini merupakan peluang baru bagi Apple untuk kembali merebut hati konsumen Tiongkok. Namun, hal ini juga dapat menimbulkan risiko baru bagi Apple. Jika perusahaan gagal membuktikan bahwa AI-nya dapat bekerja secara efektif di Tiongkok — pasar yang dikenal dengan regulasi internetnya yang ketat — Apple dapat menghadapi risiko kehilangan pangsa pasar ponsel pintar yang lebih besar di Tiongkok.
Huawei sudah memiliki sistem AI-nya sendiri, sementara merek Cina lainnya mungkin bermitra dengan pengembang AI besar Cina seperti Baidu, Alibaba Group Holding, dan Tencent untuk mengembangkan kemampuan AI pada telepon pintar mereka.
Jalan Apple di Tiongkok tampak penuh tantangan, karena perusahaan harus meningkatkan fokus pada lokalisasi di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik.
[iklan_2]
Sumber: https://baoquocte.vn/bai-hoc-cho-apple-de-khong-mat-dan-suc-hut-nhu-o-thi-truong-trung-quoc-284309.html
Komentar (0)