Informasi yang baru saja disampaikan Kementerian Perhubungan kepada Perdana Menteri mengenai solusi untuk menangani kesulitan dan hambatan dalam sejumlah proyek investasi infrastruktur transportasi dengan model bangun-operasi-serah (BOT) menarik perhatian besar tidak hanya dari investor, lembaga kredit, pemerintah daerah, tetapi juga dari asosiasi transportasi dan peserta lalu lintas.
Ini merupakan kali kedua dalam tahun ini Kementerian Perhubungan menyampaikan solusi penanganan kendala dan permasalahan sejumlah proyek investasi prasarana transportasi BOT kepada Pemerintah setelah sebelumnya menerima dan menuntaskan arahan Panitia Tetap DPR, pimpinan Pemerintah, pendapat kementerian, lembaga, dan/atau lembaga pemutakhiran hasil kerja dan negosiasi awal dengan perbankan dan investor pada proyek yang terkendala perencanaan pembiayaan.
Statistik yang lengkap memang belum ada, namun jika dihitung sejak tahun 2018 hingga saat ini, usulan penghapusan hambatan terkait sejumlah proyek lalu lintas BOT yang diajukan oleh Badan Pengelola Transportasi Negara (BPOT) dipastikan lebih dari 2 usulan, yang mana usulan yang diajukan belakangan lebih mendesak dibanding usulan sebelumnya.
Perlu ditambahkan bahwa, dalam proposal terbaru kepada otoritas yang berwenang, untuk pertama kalinya, Kementerian Perhubungan telah mengusulkan prinsip, prosedur penanganan, dan ruang lingkup penerapan. Hal ini merupakan pekerjaan yang sangat penting untuk memastikan publisitas, transparansi, dan keadilan, sekaligus membantu mencegah eksploitasi dan pengambilan keuntungan dari kebijakan dalam menangani proyek BOT yang menghadapi kesulitan.
Secara spesifik, modal APBN hanya digunakan untuk menangani kesulitan dan hambatan proyek BOT yang disebabkan oleh alasan objektif atau pelanggaran pelaksanaan kontrak oleh instansi pemerintah, dan para pihak telah menerapkan solusi sesuai ketentuan kontrak, tetapi tetap tidak layak. Dalam semua kasus, APBN tidak digunakan untuk menangani kesulitan dan hambatan akibat kesalahan subjektif investor/badan usaha proyek. Selain itu, proses penanganan harus memastikan prinsip "manfaat yang selaras, risiko yang ditanggung bersama". Dalam hal amandemen kontrak dan penambahan modal dukungan negara, investor perlu mempertimbangkan pengurangan margin keuntungan sebesar 50% dibandingkan dengan margin keuntungan dalam kontrak proyek.
Ruang lingkup penerapannya juga telah dibedakan untuk proyek investasi infrastruktur transportasi di bawah bentuk BOT yang ditandatangani sebelum tanggal berlakunya UU KPS.
Baik secara nalar maupun emosi, prinsip-prinsip penting ini, jika disetujui oleh otoritas yang berwenang, tentu akan mendapat simpati dan dukungan dari para investor, lembaga kredit, dan pembayar pajak.
Jika membandingkan prinsip-prinsip di atas, maka jumlah proyek BOT yang dikelola Kementerian Perhubungan yang penanganannya menggunakan dana APBN tidaklah banyak, hanya sekitar 8 proyek dari total 140 proyek BOT angkutan yang telah terlaksana sebelum Undang-Undang Penanaman Modal dengan metode Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) berlaku.
Bahkan, untuk melaksanakan permintaan Komite Tetap Majelis Nasional , sejak 2018, Kementerian Perhubungan telah berkoordinasi dengan investor, kementerian terkait, cabang, dan pemerintah daerah, serta berupaya menerapkan solusi sesuai ketentuan kontrak untuk meningkatkan efisiensi keuangan. Namun, rencana keuangan tersebut masih belum berjalan lancar karena pendapatan tol terlalu rendah, tidak cukup untuk menutupi biaya.
Perusahaan-perusahaan proyek dalam 8 proyek BOT yang menghadapi kesulitan juga telah berupaya memobilisasi modal mereka sendiri untuk menutupi biaya. Namun, karena banyaknya fluktuasi ekonomi, terutama dampak pandemi Covid-19, perusahaan-perusahaan tersebut tidak lagi memiliki modal untuk menutupi biaya. Pinjaman kredit telah dialihkan ke kelompok utang, menjadi kredit macet; perusahaan-perusahaan proyek berisiko bangkrut. Para investor dalam 8 proyek yang disebutkan di atas semuanya berada di jalan buntu secara finansial, dengan risiko kebangkrutan yang membayangi, sementara 8 proyek tersebut akan memasuki fase perombakan, yang membutuhkan banyak modal.
Situasi di atas menuntut penanganan permasalahan dalam proyek BOT harus dilaksanakan lebih cepat dan tegas. Semakin lama dibiarkan, semakin besar konsekuensinya, semakin tinggi pula biaya penanganannya, terutama area produksi dan bisnis perusahaan lainnya (selain investasi dalam proyek BOT). Lebih penting lagi, jika tidak ditangani secara tuntas, hal ini akan memengaruhi tingkat kepercayaan, daya tarik investasi, dan pencapaian tujuan terobosan strategis pembangunan infrastruktur dalam konteks anggaran negara yang sangat terbatas.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)