Baru-baru ini, "wanita kaya Can Tho " Ngan "Collagen" membuat gebrakan daring saat ia mengunggah klip close-up dari apa yang ia sebut sebagai "hadiah pindah rumah dari LV", yakni kue hijau dengan kartu tulisan tangan - sebuah isyarat yang dianggap sebagai tanda penghormatan tertinggi dari merek-merek mewah.
Video tersebut langsung memicu kehebohan di media sosial, tetapi tidak seperti yang diharapkan pemiliknya. Komunitas daring dengan cepat terbagi menjadi dua opini yang saling bertentangan: di satu sisi terdapat kata-kata kekaguman, mengagumi keistimewaan seorang pelanggan VIP; di sisi lain, terdapat pasukan "detektif" yang skeptis, membedah setiap detail kecil. Mereka menunjukkan bahwa tulisan tangan di kartu itu agak "coretan", kurang formal.
Lebih penting lagi, konten tersebut ditulis sepenuhnya dalam bahasa Vietnam—sesuatu yang dianggap tidak lazim dalam proses komunikasi global merek Prancis dari cabangnya di Singapura. Serangkaian gambar kartu "standar" yang diterima oleh bintang internasional atau pelanggan lama ditampilkan untuk perbandingan, yang menimbulkan pertanyaan besar: Apakah kartu itu benar-benar bukti status "VIP"-nya di Louis Vuitton?
Melampaui ranah pribadi, perdebatan ini tanpa sengaja telah membuka pintu menuju dunia yang menarik sekaligus rahasia: seni layanan pelanggan elit di industri mewah. Hal ini memaksa kita untuk bertanya: Berapa nilai kartu tulisan tangan dari salah satu kerajaan ini? Dan mengapa, di dunia yang didominasi oleh AI dan otomatisasi, tinta di atas kertas memiliki kekuatan yang begitu dahsyat?
Ketika tulisan tangan adalah sebuah kemewahan
Kebangkitan tulisan tangan bukanlah nostalgia romantis, melainkan strategi bisnis yang sangat cerdas. Di dunia di mana kotak masuk email setiap orang dibanjiri email promosi otomatis, kartu fisik yang ditempatkan dengan hati-hati dalam amplop mewah adalah "fenomena aneh". Kartu ini tidak dapat dihapus hanya dengan sekali klik. Kartu ini dapat dipegang, dirasakan, dan yang terpenting, membuat penerimanya merasa benar-benar istimewa.
Menurut analisis pakar branding Marilisa Barbieri di majalah Entrepreneur, "waktu adalah definisi utama kemewahan." Ketika seorang pelanggan rela menghabiskan puluhan atau bahkan ratusan ribu dolar untuk sebuah tas tangan atau perhiasan, yang mereka beli bukan sekadar produk. Mereka membeli sebuah pengalaman, sebuah rasa memiliki yang berbeda.
Memiliki seorang Sales Associate (SA) yang meluangkan waktu untuk menulis catatan pribadi merupakan bagian tak terpisahkan dari pengalaman mewah tersebut. Hal ini menyampaikan pesan: "Kami tidak hanya peduli dengan transaksi Anda, kami peduli pada Anda."
Dalam sebuah artikel di PenLetters, kekuatan kartu tulisan tangan digambarkan sebagai "pengalaman multisensori". Pelanggan dapat merasakan kualitas kertas (taktil), melihat tinta yang halus (visual), dan merasakan ketulusan di balik setiap huruf. Hal ini tidak dapat ditiru oleh email atau pesan otomatis mana pun. Di dunia digital yang impersonal, tulisan tangan telah menjadi kemewahan sejati.

Surat tulisan tangan LV kepada Ngan Collagen menimbulkan kehebohan di media sosial (Foto: Tangkapan layar).
Tulisan tangan sebagai potret pelanggan
Kartu-kartu ini tidak pernah dikirim secara acak. Di baliknya terdapat strategi Manajemen Hubungan Pelanggan (CRM) tingkat tinggi, di mana setiap goresan merupakan goresan yang melengkapi potret pelanggan VIP.
Merek-merek terkemuka dunia telah mengubah ini menjadi sebuah seni:
Louis Vuitton: Sering mengirimkan ucapan terima kasih tulisan tangan kepada pelanggan yang membeli produk ikonik seperti tas Capucines, barang berbahan buaya eksotis, atau pesanan yang dibuat khusus.
Chanel: Terkenal dengan undangan tulisan tangan untuk pratinjau koleksi eksklusif. Menerima undangan ini bukan sekadar undangan, tetapi juga pengakuan status di lingkaran terdekat merek tersebut.
Cartier dan Tiffany & Co.: Sering menyertakan kartu kaligrafi yang rumit pada perhiasan mahal mereka. Hal ini tidak hanya meningkatkan pengalaman membuka kotak, tetapi juga menciptakan "momen Instagrammable" yang mendorong pelanggan untuk berbagi kegembiraan mereka di media sosial, menjadikan mereka duta merek yang alami.
Seni ini disebut "clienteling" – istilah yang berasal dari dunia ritel mewah dan mengacu pada membangun dan memelihara hubungan personal dengan pelanggan. SA terbaik lebih dari sekadar tenaga penjualan, mereka adalah penasihat tepercaya.
Mereka mengingat ulang tahun tamu, hari jadi pernikahan, preferensi warna, bahkan nama hewan peliharaan. Sistem CRM yang canggih secara otomatis mengingatkan mereka akan momen-momen spesial ini, tetapi tangan dan pikiran SA-lah yang mengubah data kering itu menjadi pesan yang hangat dan menyentuh hati.
Kartu, kontrak loyalitas
Apakah upaya yang terkesan "kuno" ini benar-benar berhasil di era data dan analitik? Jawabannya, ya, mutlak. Studi telah menunjukkan dampak psikologis yang kuat dari gestur yang dipersonalisasi.
Sebuah laporan terbaru menemukan bahwa pelanggan yang menerima ucapan terima kasih tulisan tangan secara signifikan lebih mungkin untuk loyal dan kembali berbelanja dengan kami. Alasannya sederhana: hal itu menciptakan ikatan emosional. Di dunia di mana loyalitas pelanggan semakin rapuh, ikatan emosional adalah perekat terkuat. Sebuah catatan tulisan tangan mengatakan, "Anda bukan sekadar angka di lembar penjualan kami, Anda adalah individu yang kami hargai."
Perbedaannya dengan pemasaran email sangat besar. Meskipun banyak email promosi dianggap spam, kartu tulisan tangan hampir selalu dibuka dan dibaca. Kartu tersebut diletakkan di meja, di rak buku, dan menjadi kenang-kenangan nyata tentang hubungan pelanggan dengan merek.
Di era "industrialisasi emosional" ini, ketika segalanya dapat diotomatisasi, meluangkan waktu untuk mengerjakan sesuatu secara manual merupakan pernyataan ketulusan yang kuat. Ini bukan sekadar kartu, melainkan "kontrak kesetiaan" yang ditandatangani dengan penuh emosi.

Di bawah tekanan digitalisasi dan otomatisasi, merek-merek mewah kembali ke salah satu bentuk komunikasi tertua tetapi paling ampuh: kartu ucapan tulisan tangan (Ilustrasi: Rad Mora).
Namun, tidak semua orang yang masuk ke toko Louis Vuitton akan menerima kartu tulisan tangan. Ini adalah hak istimewa yang disediakan bagi mereka yang benar-benar ingin dipertahankan oleh merek tersebut untuk jangka panjang. Jadi, siapakah VIP yang sebenarnya?
Proses seleksi ini adalah matriks yang kompleks, berdasarkan banyak faktor:
Riwayat Pembelian: Ini adalah elemen paling dasar. Nilai total dan nilai rata-rata per transaksi adalah angka yang menjelaskan semuanya.
Frekuensi: Seseorang yang melakukan pembelian secara teratur, meskipun nilai setiap pembeliannya tidak terlalu tinggi, terkadang dinilai lebih tinggi daripada orang yang melakukan pembelian satu kali dengan nilai besar.
Penawaran Khusus: Membeli produk dari koleksi terbatas, produk yang dibuat khusus, atau berpartisipasi dalam acara lelang merek merupakan tanda yang jelas dari pelanggan kelas atas.
Hubungan pribadi dengan SA: Ini adalah faktor penentu. Seorang SA dapat "menominasikan" klien mereka ke daftar VIP jika mereka melihat potensi dan komitmen jangka panjang.
Sebuah kartu dapat dikirimkan karena berbagai alasan: untuk merayakan ulang tahun, memberi ucapan selamat atas peristiwa penting dalam hidup pelanggan (seperti pindah rumah), mengucapkan terima kasih setelah transaksi besar, atau sekadar sebagai undangan ke salon pribadi untuk melihat produk baru yang belum dipajang.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh seorang mantan manajer toko barang mewah (dengan syarat anonim): "Kartu ini hanya untuk orang-orang yang kami anggap memiliki masa depan bersama merek ini. Ini adalah investasi dalam hubungan, bukan strategi pemasaran massal."
Efek media atau realitas berkelas?
Kembali ke kisah Ngân Collagen, setelah memahami proses strategis di balik kartu tulisan tangan, mulai dari pemilihan jenis huruf hingga personalisasi pesan, kita berhak mengajukan pertanyaan kritis. Apakah kartu itu benar-benar dikirim dari sistem CRM resmi Louis Vuitton Singapura? Apakah disertai faktur terbaru senilai puluhan ribu dolar? Atau hanya hadiah pribadi dari seorang tenaga penjualan—seorang "penasihat klien" yang dekat?
Apa pun jawabannya, insiden ini telah mengungkap aspek menarik tentang bagaimana industri barang mewah beroperasi di bawah sorotan media sosial: kekuatan simbolis dari pengalaman yang dipersonalisasi. Sebuah kartu kecil yang ditulis tangan dengan cermat dapat menjadi simbol status, menciptakan dampak media yang besar dan secara halus menunjukkan pelanggan istimewa di mata publik. Namun, kartu tersebut, betapapun kuatnya, tidak mencerminkan segalanya.

Merek-merek mewah selalu mencari cara baru untuk mengekspresikan keunikan dan keunggulan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka mulai berfokus pada seni kartu ucapan tulisan tangan sebagai cara untuk membangun hubungan yang lebih erat dengan pelanggan (Foto: Xiaohongshu).
Bahkan, VIP sejati, yang termasuk dalam kategori VVIC (Klien Sangat Sangat Penting), seringkali menerima hak istimewa yang lebih rahasia dan mahal: tur di balik layar studio Prancis, makan malam pribadi dengan direktur kreatif, atau kesempatan untuk memiliki desain yang belum pernah dilihat sebelumnya. Bagi mereka, memamerkan kartu tulisan tangan mungkin... tidak perlu.
Kisah siapa pun yang bisa menulis tangan dan memamerkan kartu juga menjadi pengingat bagi merek-merek mewah itu sendiri: apakah mereka perlahan-lahan kehilangan kendali atas perangkat emosional mereka yang paling canggih? Ketika siapa pun bisa "meminjam pengalaman untuk berpura-pura" di media sosial, batas antara kelas nyata dan efek kinerja menjadi semakin rapuh. Dan itulah tantangan terbesar yang dihadapi kerajaan-kerajaan mewah dalam upaya mempertahankan kaum superkaya di era di mana media membentuk setiap perasaan.
Sumber: https://dantri.com.vn/kinh-doanh/tu-vu-ngan-collagen-khoe-thiep-louis-vuitton-lo-cach-hang-xa-xi-cham-vip-20250730114125820.htm
Komentar (0)