Mahasiswa Akademi Jurnalisme dan Komunikasi merasakan produksi praktis produk pers.
Nguyen Tran Phuong Anh, mahasiswa tahun ke-4 di Institut Jurnalisme dan Komunikasi, Akademi Jurnalisme dan Komunikasi, berbagi: “Dulu, saya butuh setidaknya 3-4 hari untuk merencanakan video pendek, tetapi sekarang dengan dukungan AI, dari naskah hingga "penyuntingan kasar" hanya butuh sekitar 1 hari. Saya pikir hal terpenting saat menggunakan AI adalah mengetahui cara mengendalikan dan menjadikan AI sebagai alat, bukan membiarkannya mengendalikan Anda.”
AI bukan hanya alat kreatif, tetapi juga membantu siswa melatih keterampilan profesional mereka. Banyak siswa menggunakan chatbot untuk mensimulasikan wawancara pers, berlatih menulis judul berita, membuat contoh berita, atau mengedit konten dari berbagai perspektif gaya. Dengan demikian, kehadiran AI membantu siswa memiliki lebih banyak kesempatan dan memperbarui lebih banyak pengetahuan dengan cara yang lebih kaya dan lebih cepat.
Namun, AI tidak hanya membawa manfaat, tetapi juga menciptakan tekanan kompetitif yang besar bagi mahasiswa media. Setelah penyederhanaan agensi pers, ruang redaksi dan perusahaan media tidak lagi melakukan rekrutmen massal seperti sebelumnya, dan persyaratan rekrutmen pun semakin tinggi. Bersamaan dengan itu, ledakan jejaring sosial telah mengubah cara pengguna mengakses informasi secara menyeluruh. Hal ini menciptakan peluang bagi perangkat AI untuk memengaruhi gelombang perubahan dalam produksi konten. Banyak ruang redaksi dan perusahaan media semakin banyak menerapkan AI untuk mendukung penyuntingan, menggunakan MC virtual, menganalisis data pengguna, atau bahkan membuat video dan animasi. Oleh karena itu, jika dulu untuk menjadi reporter, mahasiswa harus mampu menulis dengan baik dan memahami berita, kini mahasiswa jurnalistik dan media dituntut untuk "ahli dalam pekerjaannya", cepat, dan adaptif terhadap teknologi. Mereka bahkan harus belajar bagaimana "berkolaborasi" atau "bersaing" dengan AI agar tidak tertinggal.
Nguyen Tuan Khai, mahasiswa tahun keempat jurusan Komunikasi Multimedia di Universitas Hong Duc, mengatakan: “Ketika saya mempelajari persyaratan rekrutmen untuk agensi pers, khususnya perusahaan media, saya mendapati bahwa kebanyakan dari mereka menekankan bahwa karyawan harus memiliki keterampilan produksi konten multimedia, mahir dalam teknologi penyuntingan foto dan video atau AI, serta kreatif dan fleksibel. Hal itu membuat saya merasa cukup tertekan, tetapi juga menjadi motivasi bagi saya untuk belajar menjadi lebih kreatif dan lebih tajam. Kini, kami tidak hanya harus menguasai satu keterampilan, tetapi juga harus mampu menulis, menyunting video, mendistribusikan konten di berbagai platform, dan bahkan memahami analisis perilaku pengguna.”
Menghadapi perkembangan teknologi yang semakin pesat, sekolah-sekolah jurnalisme dan komunikasi dengan cepat memperbarui kurikulum mereka. Selain mata pelajaran tradisional, banyak sekolah telah memperkenalkan keterampilan digital dan aplikasi AI kepada siswa. Dalam beberapa tahun terakhir, penerapan teknologi digital dan AI dalam produksi produk jurnalisme dan komunikasi telah mendapat perhatian khusus oleh Akademi Jurnalisme dan Komunikasi dalam proses pelatihan. Associate Professor, Dr. Dinh Thi Thu Hang, Direktur Institut Jurnalisme dan Komunikasi, Akademi Jurnalisme dan Komunikasi, mengatakan: “Kami memiliki mata pelajaran dan kursus untuk melengkapi siswa dan kegiatan tambahan seperti seminar dan lokakarya sehingga siswa dapat berinteraksi dan memiliki kontak sebanyak mungkin dengan teknologi baru. Akademi Jurnalisme dan Komunikasi memelopori penerapan AI dalam pengajaran dan pembelajaran jurnalisme dan komunikasi, dan produk-produk yang dibuat siswa di sekolah tersebut juga menerapkan teknologi AI di berbagai tingkatan.”
Untuk memenuhi kebutuhan praktis pasar tenaga kerja, Universitas Hong Duc secara proaktif terhubung dengan kantor berita dan bisnis media di provinsi tersebut, menciptakan kondisi bagi mahasiswa yang mengambil jurusan komunikasi multimedia untuk belajar yang terkait erat dengan praktik.
Profesor Madya, Dr. Dau Ba Thin, Wakil Presiden Universitas Hong Duc, mengatakan: “Mahasiswa memiliki akses ke lingkungan profesional melalui kegiatan kerja sama, magang, dan kuliah tamu dari reporter dan editor berpengalaman. Selain itu, fakultas ini secara rutin menyelenggarakan seminar khusus dengan para ahli terkemuka, membantu mahasiswa mengikuti tren terbaru dan meningkatkan keterampilan profesional mereka sejak mereka masih kuliah.”
Berkat pelatihan di lingkungan pendidikan yang maju dan kreatif, beberapa anak muda dan mahasiswa telah mampu membangun merek pribadi mereka sejak dini. Mereka membuka kanal YouTube dan TikTok untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, membuat podcast, atau mengulas dengan dukungan AI, sehingga menarik banyak pengikut. Namun, yang terpenting adalah mereka selalu menjaga suara mereka dalam produk, tidak membiarkan AI mengaburkan kepribadian kreatif mereka. Selain itu, mahasiswa media juga perlu mengembangkan etika profesional, terutama karena AI dapat menciptakan konten dan informasi palsu. Mengetahui cara memverifikasi sumber informasi dan menciptakan konten yang jujur dan manusiawi merupakan "perisai" bagi pekerja media untuk bertahan dalam jangka panjang.
Dengan platform teknologi yang ada dan pembaruan sistem pelatihan yang cepat, mahasiswa media Vietnam dapat sepenuhnya mengubah tantangan menjadi peluang. AI tidak akan mampu "mencuri pekerjaan" jika orang tahu cara memanfaatkannya sebagai mitra cerdas, alat untuk memperluas kapasitas, dan batu loncatan untuk melangkah lebih jauh dalam perjalanan kreativitas tanpa batas.
Artikel dan foto: Phuong Do
Source: https://baothanhhoa.vn/sinh-vien-truyen-thong-nbsp-trong-cuoc-dua-voi-ai-254148.htm
Komentar (0)