AS mengatakan pihaknya berharap untuk mencapai gencatan senjata yang akan memungkinkan bantuan kemanusiaan menjangkau mereka yang membutuhkan, tetapi tujuan itu mungkin sulit dicapai karena ketidakhadiran Angkatan Bersenjata Sudan (SAF), yang menolak undangan AS untuk hadir.
Konferensi gencatan senjata di Sudan dibuka di Swiss dengan mitra internasional yang mewakili Swiss, Amerika Serikat, Arab Saudi, Mesir, UEA, Uni Afrika, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Foto: USSESudan
Perebutan kekuasaan antara Tentara Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter telah berkecamuk di negara Afrika itu sejak April 2023, yang menyebabkan pengungsian massal dan kelaparan.
Perundingan gencatan senjata, yang diselenggarakan bersama oleh AS, Arab Saudi, dan Swiss, akan berlangsung di lokasi yang dirahasiakan di Swiss dan dapat berlangsung hingga 10 hari.
"Tujuan kami adalah bergerak menuju tercapainya gencatan senjata, meningkatkan akses kemanusiaan, dan membangun mekanisme penegakan hukum yang memberikan hasil nyata," ujar Utusan Khusus Gedung Putih untuk Sudan, Tom Perriello, awal pekan ini.
Sebelum perundingan dimulai, Tn. Perriello juga mengatakan bahwa "sudah waktunya bagi Sudan untuk diam!"
"Delegasi RSF telah tiba di Swiss. Delegasi AS kami dan mitra internasional, pakar teknis, serta masyarakat sipil Sudan masih menunggu SAF. Dunia sedang menyaksikan," tulis Perriello dalam sebuah unggahan di media sosial X.
Mengenai alasan ketidakhadiran SAF, pihaknya menyatakan tidak puas dengan format yang dipilih AS. SAF menentang kehadiran Uni Emirat Arab (UEA). Para pemimpin militer Sudan telah berulang kali menuduh UEA mendukung RSF.
Menteri Komunikasi Sudan Graham Abdelkader mengatakan menjelang perundingan bahwa negaranya akan menolak "pengamat atau peserta baru" setelah AS "dengan tegas menuntut agar UEA berpartisipasi sebagai pengamat" konferensi tersebut.
Saat ini, 20% penduduk Sudan terpaksa mengungsi dari rumah mereka akibat pertempuran yang terus berlanjut, sementara puluhan ribu orang telah meninggal. Lebih dari separuh populasi, atau 25 juta orang di seluruh negeri, menghadapi kelaparan parah.
Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa sedikitnya 100 orang meninggal karena kelaparan setiap hari di Sudan, dengan sedikitnya 30% anak-anak menderita kekurangan gizi akut, sementara kedua belah pihak yang berkonflik memblokir akses untuk konvoi bantuan.
Quang Anh (menurut DW, AFP)
[iklan_2]
Sumber: https://www.congluan.vn/quan-doi-sudan-tu-choi-tham-gia-cuoc-dam-phan-ngung-ban-do-my-chu-tri-post307716.html
Komentar (0)