Kisah Rubio merupakan gambaran nyata krisis pekerjaan yang dihadapi jutaan lulusan teknologi. Apa yang dulunya merupakan "tiket emas" kini telah menjadi pertempuran yang sengit dan penuh ketidakpastian.

Gelar ilmu komputer bukan lagi "tiket emas"

Selama bertahun-tahun, gelar ilmu komputer dianggap sebagai jalur pasti menuju pekerjaan yang stabil dan bergaji tinggi. Namun, masa keemasan itu telah berakhir. Sebuah laporan dari Oxford Economics pada bulan Mei menemukan bahwa lapangan kerja bagi lulusan baru ilmu komputer dan matematika telah turun sebesar 8% sejak tahun 2022. Lowongan pekerjaan pengembangan perangkat lunak di Indeed telah anjlok sebesar 71% dari Februari 2022 hingga Agustus 2025.

Julio Rodriguez, yang lulus tahun lalu, mengatakan ia harus mengirimkan lebih dari 150 lamaran sebelum mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai insinyur data awal musim panas ini. "Begitu mendapat pekerjaan, kita takut dengan PHK yang banyak dilakukan perusahaan," ujarnya.

Mahasiswa lain, Nick Vinokour, kehilangan pekerjaan impiannya di Scale AI setelah perusahaan rintisan tersebut melakukan restrukturisasi. Ia yakin perangkat pemrograman AI seperti Microsoft Copilot dan Cursor dari Anysphere adalah "gelombang besar yang akan mengubah peran seorang insinyur junior."

bdqivn5q.png
Para mahasiswa merasa mereka bersaing dengan AI untuk mendapatkan tempat di pasar kerja. Foto: CNN

Realitas menyedihkan ini tercermin di TikTok, di mana seorang pengguna bernama Lili mengunggah video yang mengecilkan hati para mahasiswa untuk belajar ilmu komputer karena kurangnya jaminan kerja. Puluhan komentar di bawah video tersebut menyuarakan kekhawatiran serupa. Menurut Bank Sentral New York, tingkat pengangguran lulusan ilmu komputer baru-baru ini (6,1%) kini lebih tinggi daripada mereka yang mempelajari sejarah seni (3%) dan Bahasa Inggris (4,9%).

AI: Kekhawatiran terbesar kaum muda

Meskipun AI menandai dimulainya era baru dalam industri teknologi, AI juga menjadi perhatian utama bagi para pendatang baru di dunia kerja. Perusahaan-perusahaan menggunakan AI untuk mengotomatiskan sebagian proses pemrograman, sehingga mengurangi kebutuhan akan sumber daya manusia, terutama pada posisi-posisi tingkat pemula.

Raksasa teknologi pun tak luput dari tren ini. Microsoft baru saja mencapai valuasi $4 triliun, tetapi hanya beberapa minggu kemudian mereka memberhentikan 9.000 karyawan. CEO Satya Nadella mengatakan bahwa hingga 30% kode sumber Microsoft ditulis oleh AI.

Danny Stalmakov, seorang programmer di Jerman, mengatakan ia telah mengirimkan ratusan lamaran dan diberi tahu bahwa ada terlalu banyak kandidat untuk setiap posisi. Ia juga mendapati bahwa AI kini menangani 80% pekerjaannya. "Meskipun peningkatan produktivitasnya luar biasa, hal ini juga mengkhawatirkan – perusahaan yang dulu membutuhkan lima programmer kini mungkin hanya membutuhkan tiga," ujarnya. "Dampak AI membuat saya sangat tidak yakin tentang masa depan pengembangan perangkat lunak."

Rubio, yang memulai percakapan, juga mengungkapkan kekhawatirannya: "Rasanya seperti saya bersaing dengan AI hanya untuk mendapatkan kesempatan."

Pendidikan berubah dengan gelombang AI

Untuk menghadapi perubahan pasar kerja, para pendidik juga harus beradaptasi. University of Washington meluncurkan mata kuliah baru tentang "pengembangan perangkat lunak berbantuan AI", yang akan mengajarkan mahasiswa tentang metode rekayasa perangkat lunak modern dan peran AI sebagai alat pendukung. Namun, mata kuliah inti akan tetap melarang penggunaan AI agar mahasiswa dapat mempelajari dasar-dasarnya tanpa terlalu bergantung pada teknologi.

Sekolah coding pun tak luput dari perhatian. Daniele Grassi, CEO General Assembly, mengatakan sekolah tersebut kini menarik minat para eksekutif senior, SDM, dan profesional penjualan yang ingin mengembangkan keterampilan AI. Oleh karena itu, General Assembly telah mulai merancang program untuk membantu pekerja di semua tingkatan perusahaan memperoleh keterampilan AI.

Para pakar teknologi mengatakan mereka masih membutuhkan generasi muda dengan gelar ilmu komputer. Deepak Singh, wakil presiden Amazon Web Services, mengatakan keterampilan berpikir kritis menjadi semakin penting seiring AI mengambil alih tugas-tugas sederhana, memberi manusia lebih banyak waktu untuk berkreasi.

Namun, hal itu mungkin tidak terlalu menghibur bagi para lulusan baru. Kyle Holm, wakil presiden di perusahaan konsultan Sequoia, menulis bahwa "ledakan AI tidak mengikuti pola siklus teknologi sebelumnya."

David Barajas, seorang insinyur perangkat lunak dengan pengalaman lebih dari satu dekade, percaya bahwa AI akan mengubah pekerjaan, bukan menghilangkannya, selama para insinyur masa depan belajar untuk menerimanya. "AI tidak akan menggantikan Anda sebagai seorang insinyur," kata Barajas. "Seorang insinyur yang tahu cara menggunakan AI akan menggantikan Anda."

(Menurut CNN)

Presiden Trump: AS unggul jauh di atas Tiongkok dalam bidang kecerdasan buatan (AI). Dalam sebuah jamuan makan malam pada 4 September yang dihadiri puluhan pemimpin teknologi, Presiden Donald Trump menyatakan bahwa AS unggul di atas Tiongkok dalam bidang kecerdasan buatan (AI).

Sumber: https://vietnamnet.vn/gui-150-ho-so-moi-duoc-1-cai-gat-dau-cuoc-khung-hoang-viec-lam-cua-sinh-vien-it-2439676.html