
Jangan mengolah atau menyiapkan tanaman obat di hutan.
Rancangan Peraturan Pemerintah yang mengatur prinsip-prinsip budidaya, pertumbuhan, pengembangan dan pemanenan tanaman obat di hutan:
1. Harus sesuai dengan rencana pengelolaan hutan lestari yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang di bidang hutan khusus, hutan lindung, dan hutan produksi, yang mana Negara merupakan pemilik perwakilannya; harus mempunyai rencana budidaya dan pengembangan tanaman obat yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang di bidang hutan khusus dan hutan lindung.
2. Menjamin terpeliharanya kawasan hutan, mutu hutan, dan peruntukan hutan; menaati ketentuan Peraturan Pengelolaan Hutan dan tidak menghilangkan hak milik Negara atas hutan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, baik yang berada di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.
3. Untuk hutan dengan penggunaan khusus: jangan menanam, memelihara, atau memanen tanaman obat di zona yang dilindungi secara ketat atau zona pemulihan ekologi taman nasional, cagar alam, atau kawasan konservasi habitat spesies; tanaman tersebut harus asli dan memenuhi persyaratan dalam Klausul 7 Pasal ini.
4. Untuk hutan lindung: tidak boleh menanam atau mengembangkan tanaman obat di hutan lindung di hulu dengan kemiringan lebih dari 300 derajat dan di daerah pesisir yang tererosi termasuk hutan lindung penahan angin, penahan pasir, penahan gelombang, dan penahan laut.
5. Bagi hutan produksi yang merupakan hutan alam: memanfaatkan ruang dan lingkungan hutan secara efektif untuk memelihara dan menumbuhkan tanaman obat, dengan memastikan bahwa tujuan pemanfaatan hutan tidak berubah dan hutan tidak rusak.
6. Produk obat hanya boleh dipanen dari kegiatan budidaya dan pengembangan tanaman obat sesuai dengan rencana yang telah disetujui; kegiatan budidaya dan pengembangan tanaman obat tidak boleh digunakan untuk memanen tanaman obat alami di hutan; tanaman obat tidak boleh diolah atau disiapkan di hutan.
7. Tumbuhan obat yang tumbuh dan berkembang di hutan adalah tumbuhan perdu, herba, dan jamur yang mempunyai sifat ekologi sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, termasuk dalam daftar tumbuhan obat bernilai ekonomi tinggi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan tumbuhan obat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di daerah setempat.
8. Budidaya dan pengembangan tanaman obat di hutan harus dilakukan dengan penanaman secara berselang-seling atau petak-petak, dengan memastikan distribusi yang merata di seluruh petak hutan. Luas total budidaya dan penanaman tidak boleh melebihi 1/3 dari luas petak hutan.
9. Mengganti lokasi budidaya ke lokasi baru setelah tiga tahun bagi tanaman obat dengan siklus budidaya kurang dari satu tahun; setelah dua siklus budidaya bagi tanaman obat dengan siklus budidaya satu sampai kurang dari tiga tahun; setelah setiap siklus budidaya bagi tanaman obat dengan siklus budidaya tiga tahun atau lebih.
Metode pengorganisasian budidaya, pengembangan dan pemanenan tanaman obat
Menurut rancangan tersebut, pemilik hutan adalah organisasi yang diizinkan untuk melaksanakan rencana pemeliharaan, penanaman, pengembangan, dan pemanenan tanaman obat dengan cara berikut: mengorganisasikan sendiri atau bekerja sama, mengasosiasikan, atau menyewakan lingkungan hutan kepada organisasi dan orang perseorangan untuk pemeliharaan, penanaman, pengembangan, dan pemanenan tanaman obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemilik hutan adalah masyarakat yang dapat melaksanakan usaha budidaya, budidaya, pengembangan, dan pemanenan tanaman obat dengan cara: swadaya atau kerja sama, berkelompok dengan badan usaha dan perseorangan untuk budidaya, budidaya, pengembangan, dan pemanenan tanaman obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemilik hutan adalah rumah tangga dan orang perseorangan yang diberi kewenangan mengelola hutan lindung, hutan produksi yang merupakan hutan alam, dan hutan produksi milik Negara yang diberi kewenangan untuk melaksanakan usaha pembudidayaan, penanaman, dan pengembangan tanaman obat secara mandiri atau secara bersama-sama dengan badan dan orang perseorangan untuk melakukan pembudidayaan, penanaman, pengembangan, dan pemanfaatan tanaman obat di hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Memanen tanaman obat
Terkait dengan pemungutan tanaman obat, rancangan tersebut mengamanatkan: Bagi tanaman obat yang tergolong langka, bernilai ekonomis, dan terancam punah, wajib mengikuti ketentuan Pemerintah tentang pengelolaan tanaman dan satwa hutan yang tergolong langka, bernilai ekonomis, dan terancam punah serta pelaksanaan Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar yang Terancam Punah (*).
Terhadap jenis tanaman obat yang tidak tercantum di atas, pemilik hutan yang melakukan pemanenan tanaman obat atau organisasi atau perseorangan yang menyewa lingkungan hutan untuk budidaya tanaman obat wajib mengirimkan asli Formulir Informasi Pemanenan Tanaman Obat yang dibuat sesuai Formulir Nomor 05 dalam Lampiran yang dikeluarkan bersama Keputusan ini (dalam hal subjek yang menyewa lingkungan hutan harus memiliki konfirmasi dari pemilik hutan) kepada Dinas Kehutanan setempat untuk dipantau pelaksanaannya.
Pemilik hutan, organisasi, dan individu yang menyewa lingkungan hutan untuk budidaya dan pengembangan tanaman obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Keputusan ini berhak menikmati seluruh hasil yang diperoleh dari kawasan budidaya dan pengembangan tanaman obat, setelah memenuhi kewajiban keuangan yang ditetapkan oleh Negara. Dalam hal organisasi dan individu bekerja sama atau bermitra dengan pemilik hutan untuk budidaya dan pengembangan tanaman obat, hak atas hasil yang diperoleh akan disepakati oleh para pihak dalam perjanjian.
Sumber
Komentar (0)