Untuk dapat berkarya di platform digital, konten yang baik saja tidak cukup, melainkan harus berupa konten digital. Artinya, konten yang sangat personal, sehingga setiap audiens, pendengar, dan pembaca dapat menemukan jati dirinya di dalamnya.
Jurnalis Dong Manh Hung berpendapat bahwa untuk melakukan jurnalisme di platform digital, hal terpenting bagi setiap kantor pers adalah konten yang bagus. |
Demikian pendapat jurnalis Dong Manh Hung, Kepala Sekretariat Redaksi Radio Voice of Vietnam dalam wawancara dengan The Gioi dan Surat Kabar Viet Nam pada kesempatan Hari Pers Revolusioner Vietnam, 21 Juni.
Jurnalisme menemukan solusi di masa-masa sulit
Bagaimana Anda mengevaluasi situasi ekonomi jurnalisme saat ini?
Ekonomi pers dapat dikatakan relatif rumit, terkait dengan fungsi dan tugas pers. Akhir-akhir ini, pandemi Covid-19 telah berdampak besar pada kondisi sosial-ekonomi secara umum, termasuk lembaga pers. Meskipun telah berupaya keras untuk mendapatkan tambahan pendapatan bagi produksi, banyak lembaga pers masih menghadapi berbagai kesulitan.
Faktanya, surat kabar cetak, elektronik, radio, dan televisi masih sangat bergantung pada pendapatan iklan. Ketika "kesehatan" bisnis terganggu, pendapatan pasti akan terpengaruh.
Menurut Departemen Pers, meskipun sebelumnya pendapatan iklan selalu mencapai lebih dari 60%, bahkan 90% untuk beberapa agensi pers, kini pendapatan tersebut menurun drastis, terutama untuk surat kabar cetak. Sumber pendapatan lain dari pemesanan, hubungan produksi, dan kerja sama produksi juga menurun tajam.
Beberapa stasiun TV dan radio terpaksa menutup saluran atau beralih ke penyuntingan dan penyiaran ulang konten untuk mengganti kontrak konten yang belum diperpanjang. Tentu saja, di masa-masa sulit ini, banyak agensi pers masih berusaha mencari solusi sendiri, tetapi pada dasarnya tekanan yang ada masih sangat besar.
Menurut Anda, apa penyebab situasi ini?
Ada banyak alasan untuk hal ini. Pertama, anggaran periklanan bisnis bergeser dari agensi pers arus utama ke platform digital dan jejaring sosial. Pada tahun 2022, meskipun periklanan di platform digital meningkat sebesar 22%, periklanan tradisional seperti televisi dan radio justru menurun sebesar 4%.
Permasalahan lainnya adalah anggaran untuk investasi pengembangan pers kurang dari 0,3% dari total investasi APBN. Kenyataannya, tidak banyak badan pengatur yang mengalokasikan anggaran dan sumber daya untuk mengatur atau mendukung lembaga pers dalam menjalankan tugas-tugas politik, informasi, dan propaganda.
Tentu saja, alasannya juga karena beberapa kantor berita tidak benar-benar proaktif dalam mencari sumber pendapatan, dukungan, dan pendanaan, dan belum menerapkan transformasi digital untuk menciptakan pendapatan di platform digital.
Banyak orang bertanya-tanya apakah kita harus menyamakan jurnalisme dan otonomi?
Sebenarnya, keduanya merupakan konsep yang berbeda, tetapi saling terkait. Lembaga pers yang otonom harus menjalankan ekonomi pers, tetapi tidak semua lembaga pers yang menjalankan ekonomi pers harus otonom. Oleh karena itu, mekanisme otonomi pers perlu didefinisikan secara jelas untuk menghindari kesalahpahaman atau penyalahgunaan "mekanisme otonom" demi mencapai tujuan ekonomi yang berbeda.
Saat ini, berkat mekanisme otonomi, banyak ruang redaksi memberikan kuota media ekonomi kepada wartawan, yang mengakibatkan tekanan pada pekerjaan dan pendapatan, sehingga penulis rentan gagal. Terkadang, wartawan lebih mengutamakan kontrak ekonomi daripada berfokus pada kualitas artikel mereka.
Fenomena lain yang muncul akibat penyalahgunaan mekanisme otonomi adalah munculnya wartawan dari sejumlah surat kabar industri, terutama majalah elektronik, yang "melanggar aturan" dengan menulis artikel yang menentang hal-hal negatif atau melakukan PR untuk kepentingan bisnis. Namun, kenyataannya, mereka justru mengancam dan memeras, menuntut iklan atau kontrak media untuk keuntungan pribadi, atau menyerahkannya kepada unit dengan dalih "mendukung redaksi".
Perlu memisahkan fungsi propaganda dan bisnis
Saat ini, masing-masing kantor berita masih mengemban misi ganda. Yaitu, menjalankan tugas politik sesuai prinsip dan tujuan surat kabar, sekaligus menjalankan bisnis, bahkan menjalankan bisnis untuk bertahan hidup. Bagaimana sebuah surat kabar dapat memiliki posisi yang kokoh, menciptakan fondasi yang baik dalam arus informasi, dan tetap memastikan misi ekonomi jurnalisme?
Ini tugas yang sulit. Berdasarkan Undang-Undang Pers, lembaga pers tidak diperbolehkan beriklan dalam program berita politik, dan beberapa konten propaganda tidak mudah menarik iklan. Oleh karena itu, tugas-tugas ini harus didanai oleh Negara.
Agensi pers akan bersifat otonom dan mencari sumber pendapatan sendiri melalui halaman dan slot waktu khusus untuk berita ringan, informasi kehidupan sosial, dan hiburan. Di sini, perlu juga diidentifikasi secara jelas agensi pers nasional utama, saluran radio dan televisi, serta surat kabar politik lokal yang perlu diinvestasikan dan dianggarkan untuk beroperasi. Sedangkan untuk saluran dan surat kabar tambahan yang tidak ditugaskan untuk tugasnya, mereka harus mencari sumber pendapatan untuk beroperasi, tetapi dalam keadaan apa pun, agensi pers tidak boleh menyimpang dari prinsip dan tujuan mereka.
Menurut hemat kami, untuk mengembangkan ekonomi pers, perlu dipisahkan secara tegas antara fungsi propaganda dan fungsi bisnis pers, serta ditetapkan secara tegas lembaga-lembaga pers yang menjalankan fungsi propaganda dan tugas-tugas politik.
Dari situlah lahir kebijakan untuk mendukung dan menata lembaga pers dalam rangka menjalankan tugas politik dan informasi penting, dengan mengutamakan dukungan kepada lembaga pers utama, lembaga pers yang berpengaruh besar, agar dapat beroperasi secara efektif, berkontribusi membangun kompleks media yang kuat, berdaya pengaruh luas, dan berpengaruh di masyarakat.
Sedangkan bagi lembaga-lembaga pers yang tidak menjalankan fungsi propaganda, maka harus dibuatkan regulasi agar lembaga-lembaga pers tersebut dapat menjalankan kegiatan usahanya.
Memproduksi konten digital sama sekali berbeda dengan memproduksi konten di platform tradisional. (Ilustrasi: Internet) |
Agar biro pers dapat menjalankan bisnis secara berkelanjutan dan jangka panjang, apa solusinya, menurut Anda?
Selain kesadaran dan tanggung jawab para penulis serta manajemen yang ketat terhadap lembaga pers yang fungsional, kerangka hukum diperlukan untuk menerapkan hal-hal tersebut. Undang-Undang Pers tahun 2016 memiliki peraturan khusus yang menciptakan koridor hukum bagi pengembangan ekonomi pers, khususnya dalam Pasal 21 "Jenis Kegiatan dan Sumber Pendapatan Lembaga Pers"; Pasal 37 "Asosiasi dalam Kegiatan Pers".
Namun demikian, peraturan tersebut masih belum lengkap dan belum spesifik sehingga menimbulkan kebingungan dalam operasional lembaga pers dan di sisi lain menimbulkan kondisi yang dapat dimanfaatkan oleh sebagian lembaga pers dan wartawan untuk melakukan pelanggaran terhadap peraturan tersebut.
Selain itu, menganggap majalah sebagai bisnis akan menimbulkan kesulitan dalam mengendalikan dan mengarahkan konten propaganda. Jika bukan bisnis, model apa yang digunakan majalah? Hal ini menjadi isu krusial dalam mengoreksi situasi "newspaperization" majalah, "newspaperization" situs informasi elektronik umum, dan "newspaperization" jejaring sosial pers secara umum belakangan ini.
Dari mekanisme otonomi tersebut, muncul berbagai cara untuk membantu pers menjalankan bisnisnya, termasuk asosiasi dan sosialisasi. Asosiasi dan sosialisasi dalam kegiatan pers pada umumnya dan kegiatan radio pada khususnya bertujuan untuk memobilisasi sumber daya dari organisasi dan unit eksternal untuk berpartisipasi dalam proses produksi produk pers.
Dengan demikian, membantu lembaga pers pusat dan daerah mengurangi sumber pendanaan, serta meningkatkan sumber daya berupa material, sarana, dan sumber daya manusia dalam proses produksi. Hal ini sangat penting dan telah membantu lembaga pers memiliki lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan kapasitas produksi dan menghasilkan produk pers yang berkualitas.
Namun saat ini Undang-Undang Pers belum mengatur secara jelas mengenai kegiatan asosiasi produksi dan kerja sama produksi, sehingga diperlukan pengaturan yang tegas terhadap kegiatan tersebut dalam Undang-Undang Pers.
Pasal 37 Undang-Undang Pers 2016 hanya mengatur kerja sama dalam kegiatan pers, dan tidak mengatur kegiatan usaha dan jasa lembaga pers. Ayat 1 Pasal 37 “Kerja Sama dalam Kegiatan Pers” menetapkan bahwa “Lembaga pers dapat bekerja sama dalam kegiatan pers dengan lembaga pers lain, badan hukum, dan perseorangan yang memiliki badan usaha yang sesuai dengan bidang kerja samanya sebagaimana diatur dalam undang-undang”.
"Tidak semua produk pers yang diterbitkan kata demi kata di platform digital dianggap sebagai konten digital." |
Apabila yang diperbolehkan hanya perkumpulan dengan badan hukum dan orang perseorangan yang berbentuk badan usaha, maka hal ini membatasi ruang lingkup perkumpulan lembaga pers, khususnya di bidang periklanan, produksi program, dan produksi produk pers sebagaimana dimaksud dalam huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf dd angka 1 Pasal ini.
Ketentuan dalam pasal 3, 4, 5, 6, Pasal 37 Undang-Undang Pers 2016 tentang asosiasi dalam kegiatan pers menetapkan tanggung jawab lembaga pers yang berasosiasi secara umum, tanpa pengaturan khusus mengenai bentuk (kontrak usaha patungan atau kontrak kerja sama bisnis...), tanpa pengaturan khusus mengenai tata cara, prosedur, serta koridor hukum yang harus diikuti dalam melakukan asosiasi. Tidak adanya pengaturan khusus mengenai syarat, kapasitas, dan komitmen yang disyaratkan dari mitra asosiasi, menyebabkan munculnya fenomena perusahaan yang memaksa pers untuk memproduksi sesuai konten mereka atau mengintervensi terlalu dalam pada tahap produksi, bahkan pada tahap penyensoran...
Bilamana ada regulasi yang jelas dan spesifik, maka akan terjamin objektivitas dan arah dalam produksi pers bilamana terjadi hubungan.
Konten yang bagus saja tidak cukup, harus berupa konten digital
Saat ini, kebutuhan pembaca telah bergeser dari surat kabar cetak ke versi digital. Lalu, apa yang harus dilakukan agensi pers untuk memanfaatkan pendapatan dari lingkungan digital?
Pers saat ini menghadapi persaingan ketat dari semua bentuk media di platform digital. Persaingan ini datang dari konten dan penyebaran informasi publik.
Masyarakat perlu mengakses informasi dengan berbagai cara, dengan beragam fleksibilitas, yang sesuai dengan pendekatan masing-masing individu terhadap informasi. Saat itu, platform digital jelas menunjukkan keunggulannya dibandingkan bentuk jurnalisme tradisional seperti radio dan televisi.
Dalam ekonomi pers, jika kita menganggap produk pers sebagai komoditas, kita harus menganggap audiens dan pembaca sebagai pelanggan. Melayani pelanggan dengan produk yang mereka butuhkan, bukan produk yang kita miliki, adalah prinsip utama ekonomi pasar. |
Hanya dengan bermodalkan telepon pintar, masyarakat dapat memenuhi segala kebutuhannya, mulai dari memperoleh informasi, bersosialisasi, mendapatkan hiburan, hingga memenuhi kebutuhan pribadi. Mereka tidak perlu lagi mencari sumber informasi konvensional seperti surat kabar.
Oleh karena itu, transformasi digital menjadi prioritas utama kantor berita saat ini, di tengah persaingan yang ketat dengan media lain di platform digital.
Tidak dapat disangkal bahwa lingkungan digital, melalui sistem konten digital, layanan bernilai tambah pada jaringan telekomunikasi, layanan biaya pembaca dengan konten khusus dan menarik... menarik pendapatan iklan.
Untuk menjalankan bisnis di platform digital, agensi pers harus memiliki konten yang baik, menarik, dan sesuai untuk publik. Saat ini, beberapa agensi pers di negara kita telah menerapkan biaya konten seperti surat kabar elektronik VietnamPlus, VietnamNet, Nguoi Lao Dong, dan Surat Kabar Tuoi Tre ... Namun, semuanya baru di awal, belum ada evaluasi efektivitas kegiatan ini.
Selain itu, berinvestasi dalam pendanaan dan sumber daya manusia untuk transformasi digital juga merupakan isu yang harus diperhatikan oleh agensi pers. Agensi pers harus memiliki teknologi dan solusi yang tepat, terutama sumber daya manusia di bidang teknologi dan produksi konten. Untuk dapat menjalankan jurnalisme di platform digital, hal terpenting bagi setiap agensi pers adalah konten yang berkualitas.
Namun, terdapat masalah bahwa produksi konten digital sama sekali berbeda dengan produksi konten di platform tradisional. Konten yang baik saja tidak cukup, melainkan harus berupa konten digital yang sesuai dengan lingkungan digital, yaitu konten yang sangat personal, konten yang dapat dinikmati oleh setiap audiens, pendengar, dan pembaca.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam ekonomi pers, jika kita menganggap produk pers sebagai komoditas, kita juga harus menganggap audiens dan pembaca sebagai pelanggan. Melayani pelanggan dengan produk yang mereka butuhkan, bukan produk yang kita miliki, adalah prinsip utama ekonomi pasar.
Di sini, ada satu hal yang ingin saya tekankan, yaitu bahwa meskipun kami menempatkan produk pers asli di platform digital, produk tersebut tidak dianggap sebagai konten digital. Produk pers digital perlu disunting, ditata, bahkan ditulis ulang sepenuhnya agar sesuai dengan publik digital, mereka yang perlu memanfaatkan informasi dengan berbagai cara, dengan banyak cara yang fleksibel, sesuai dengan pendekatan setiap individu terhadap informasi.
Poin mendasar lainnya adalah Undang-Undang Pers yang berlaku saat ini tidak mengakui produk digital tertentu sebagai genre pers. Oleh karena itu, Undang-Undang Pers perlu dilengkapi, disesuaikan, dan diamandemen, sekaligus melengkapi norma teknis dan ekonomis bagi kegiatan kreatif dan produksi konten di lingkungan digital, sehingga tercipta koridor hukum yang kondusif bagi perkembangan konten digital.
Terima kasih!
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)