DISTRIBUSI PROGRAM P TIDAK RASIONAL
Guru Lam Vu Cong Chinh, SMA Nguyen Du (Distrik 10, Kota Ho Chi Minh), berkomentar: Faktor situasional kehidupan nyata yang disajikan dalam buku teks tidak sepenuhnya realistis. Misalnya, buku matematika kelas 12 Knowledge Connection, volume 2, pada latihan 5.18 (halaman 49), menyajikan situasi di mana sebuah peluru ditembakkan dan bergerak dalam lintasan lurus. Kegiatan eksperiensial belum benar-benar mencapai tujuan yang ditetapkan, situasi kehidupan nyata hanya "di atas kertas", dan tidak dapat menilai tingkat penerapan siswa. Ujian dan tes bahasa Inggris masih hanya menguji keterampilan membaca, menulis, atau mendengarkan, sehingga keterampilan berbicara siswa masih lemah.
Program baru dan metode pengajaran baru memerlukan waktu bagi guru dan siswa untuk beradaptasi dan menerapkannya dengan benar.
FOTO: DAO NGOC THACH
Mengenai distribusi waktu, struktur, dan unit pengetahuan, hal ini kurang tepat. Matematika di kelas 11 cukup "tebal dan berat". Bab statistik di kelas 11 sebaiknya dipindahkan ke kelas 12, yang akan lebih tepat. Pengetahuan tentang penjumlahan dua vektor, perhitungan logaritma, dll. digunakan dalam fisika, tetapi distribusi programnya tidak merata, sehingga siswa yang ingin mempelajari fisika harus melengkapi pengetahuan mereka sendiri.
Menurut Bapak Chinh, matematika bersifat wajib, sedangkan fisika, kimia, dan biologi bersifat opsional. Hal ini menyebabkan siswa yang tidak memilih ilmu pengetahuan alam mengalami kesulitan dengan beberapa soal dalam buku teks yang berkaitan dengan pengetahuan interdisipliner. Misalnya, buku matematika kelas 11, Knowledge Connection, volume 1, latihan 1.13, halaman 21, memperkenalkan "Dalam fisika, persamaan umum benda berosilasi harmonik" dan "menggunakan rumus transformasi jumlah-hasil kali untuk menemukan amplitudo dan fase awal resultan osilasi". Pengantar ini tidak salah, tetapi agak "terburu-buru". Jika siswa tidak memilih kombinasi dengan fisika, mereka tidak akan tahu apa pun selain menerapkan rumus untuk menemukan jawabannya.
Bapak Tran Van Toan, mantan ketua kelompok matematika di SMA Marie Curie (Distrik 3, Kota Ho Chi Minh), mengatakan bahwa program baru ini berfokus pada penerapan pengetahuan dalam praktik, tetapi siswa sering mengalami kesulitan ketika harus beralih dari teori ke aplikasi praktis, karena kurangnya pengalaman atau pemahaman mendalam tentang situasi kehidupan nyata. Selain itu, program baru ini mengharuskan penggunaan berbagai sumber dokumen selain buku teks, tetapi dokumen referensinya kurang beragam atau belum diperbarui secara berkala untuk mendukung siswa.
GURU DAN SISWA BELUM BERADAPTASI
Menurut Bapak Tran Van Toan, banyak guru yang masih dalam proses beradaptasi dengan program baru ini, sehingga belum dapat membimbing siswa secara efektif. Transisi ke metode pengajaran saat ini membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan menerapkannya dengan tepat. Program tahun 2018 mengharuskan siswa untuk belajar dan menemukan masalah sendiri, alih-alih hanya mendengarkan ceramah dan menghafal. Hal ini membutuhkan perubahan dalam cara berpikir dan belajar mereka, tetapi banyak siswa belum beradaptasi dengan metode pembelajaran aktif.
Dalam program baru ini, menurut Bapak Toan, penilaian dan evaluasi telah mengalami perubahan besar dalam bentuk dan isi dengan penerapan 3 format tes pilihan ganda. Hal ini merupakan langkah maju menuju penilaian kemampuan siswa yang lebih komprehensif, yang mengharuskan guru dan siswa untuk beradaptasi dengan berbagai tantangan baru dalam keterampilan mengajar, pembelajaran, dan penilaian.
Transisi dari program lama ke program baru terjadi begitu cepat sehingga baik siswa maupun guru tidak memiliki cukup waktu untuk beradaptasi. Hal ini menyebabkan banyak kesulitan dalam mengubah metode pengajaran dan pembelajaran secara efektif. Kesulitan-kesulitan ini membutuhkan penyesuaian yang fleksibel dalam metode pengajaran dan pembelajaran serta dukungan yang lebih baik dari guru dan sumber daya agar siswa dapat mengatasi dan berkembang secara komprehensif sesuai dengan program baru," ujar Bapak Toan.
GAYA "UJI LATIHAN - BIASAKAN" TIDAK AKAN LAGI COCOK
Banyak guru mengatakan bahwa reformasi pendidikan menghadirkan banyak tantangan, terutama menjelang ujian kelulusan SMA tahun 2025, yang bertujuan untuk menilai kompetensi, alih-alih sekadar menguji pengetahuan. Untuk mencapai tujuan ini, guru perlu mengubah metode pengajaran dan penilaian, membantu siswa tidak hanya memahami pelajaran tetapi juga membiasakan diri dengan jenis pertanyaan dan struktur ujian yang baru.
Bapak Pham Le Thanh, seorang guru di SMA Nguyen Hien (Distrik 11, Kota Ho Chi Minh), berpendapat bahwa guru perlu mengembangkan peta jalan peninjauan yang jelas dan berfokus pada pengembangan keterampilan pemecahan masalah. Alih-alih hanya meminta siswa menghafal teori, guru perlu mendorong mereka untuk berpikir kritis dan menerapkan pengetahuan dalam praktik. Pengembangan kemampuan ini perlu diintegrasikan ke dalam seluruh proses pembelajaran, melalui proyek pembelajaran, praktik, dan eksperimen. Hal ini tidak hanya membantu siswa memahami hakikat pengetahuan tetapi juga membiasakan mereka dengan struktur ujian, sehingga menghindari kebingungan dan beban materi yang tidak perlu.
Terkait penilaian, Bapak Thanh mengatakan bahwa penting untuk terus menilai kemampuan siswa selama proses pembelajaran, sehingga metode pengajaran dan peninjauan pun disesuaikan. "Hal ini tidak berarti memberikan tekanan melalui ujian yang berat, melainkan guru dapat menggunakan bentuk penilaian yang lebih ringan seperti latihan situasional, diskusi, atau proyek kelompok. Yang penting adalah membantu siswa memahami posisi mereka dan apa yang perlu mereka tingkatkan untuk maju," komentar Bapak Thanh.
Menurut Bapak Thanh, guru perlu memiliki pandangan yang komprehensif, tidak hanya memberikan ujian tertulis kepada siswa, tetapi juga mencakup proses pembelajaran, kegiatan belajar mengajar yang interaktif, dan penilaian untuk kemajuan siswa. Kementerian Pendidikan dan Pelatihan saat ini sedang menerapkan kebijakan menggabungkan penilaian proses (50%) dan hasil ujian (50%), yang menciptakan motivasi bagi sekolah untuk menerapkan semangat pengembangan kapasitas yang komprehensif.
Penilaian memiliki perubahan besar dalam program pendidikan baru.
FOTO: DAO NGOC THACH
"Untuk memenuhi persyaratan program pendidikan baru, guru tidak hanya harus berinovasi dalam metode pengajaran, tetapi juga dalam pendekatan dan pendampingan siswa. Kombinasi pengajaran, penilaian proses, dan persiapan ujian terstruktur akan membantu siswa beradaptasi dengan baik terhadap ujian baru, sekaligus mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk berhasil dalam pembelajaran dan kehidupan," ujar guru Pham Le Thanh.
Bapak Thanh juga menekankan bahwa guru dalam konteks pengajaran untuk mengembangkan kapasitas perlu menghilangkan "cara lama" dengan latihan perhitungan yang sulit, soal-soal yang kompleks tetapi tidak memiliki makna praktis dalam menilai kapasitas siswa.
Dengan cakupan materi pengetahuan yang luas sebagaimana ditentukan dalam persyaratan, materi ujian sangat beragam dalam hal pemanfaatan dan pendekatan, sehingga pengajaran dengan gaya "latihan soal - familiaritas" tidak lagi sesuai. Sangat sulit bagi guru dan siswa untuk memprediksi jenis latihan dalam ujian, sehingga selain memberikan pengetahuan, guru perlu membantu siswa menguasai keterampilan mengerjakan ujian seperti cara membaca dan memahami soal, menganalisis soal, dan cara mengalokasikan waktu secara efektif. Hal ini terutama penting ketika ujian mengalami perubahan format soal, sehingga membantu siswa agar tidak bingung dengan jenis soal baru.
Untuk memenuhi persyaratan program pendidikan baru, guru tidak hanya berinovasi dalam metode pengajaran tetapi juga dalam mendekati dan mendampingi siswa.
Guru Pham Le Thanh (SMA Nguyen Hien, Distrik 11, HCMC)
Banyak konsekuensi dari "lompat-lompatan"
Menurut Bapak Lam Vu Cong Chinh, bagi siswa yang hanya mempelajari program Pendidikan Umum 2018 di SMA, "melewatkan langkah" menimbulkan banyak konsekuensi. Misalnya, untuk siswa kelas 12 saat ini, yang baru menerapkan program 2018 selama 3 tahun, mereka harus "berjuang" untuk menambah pengetahuan mereka karena sebagian pengetahuan dari program kelas 12 yang lama telah ditransfer ke program kelas 9 yang baru (tetapi siswa-siswa ini belum mempelajarinya). Misalnya, bab tentang kerucut, tabung, dan bola tidak disertakan dalam buku teks kelas 12 yang baru, tetapi soal-soal dalam buku teks tersebut masih berisi pengetahuan terkait, yang memaksa guru dan siswa untuk "menambahkannya sendiri", yang mengakibatkan bertambahnya isi pelajaran, sehingga harus menggunakan kelas tambahan untuk "bimbingan belajar tambahan". Cara penyampaian materi pelajaran terkesan "mengurangi beban" tetapi justru disebutkan dalam latihan, sehingga membuat siswa merasa aliran pengetahuan terputus.
[iklan_2]
Sumber: https://thanhnien.vn/chuong-trinh-giao-duc-pho-thong-2018-van-con-nhieu-bo-ngo-185241021225119818.htm
Komentar (0)