Bagi banyak orang, GPT Chat merupakan kesempatan untuk mendukung pembelajaran, tetapi bagi banyak lainnya, ini merupakan ancaman bagi integritas akademik. Jadi, apa yang perlu diketahui siswa untuk membedakan antara uji pengetahuan dan kecurangan?

Para pendidik menyarankan agar AI digunakan sebagai alat pendukung, bukan pengganti pembelajaran (Foto: Maskot/Getty Images).
Bagi banyak mahasiswa, Chat GPT sudah seperti buku teks atau kalkulator saku. Mulai dari koreksi tata bahasa, pengorganisasian materi belajar, hingga pembuatan kartu catatan, AI secara bertahap menjadi "pendamping" yang tak tergantikan dalam kehidupan kampus.
Namun, saat sekolah berlomba-lomba mengikuti perkembangan teknologi, ada batas yang ditetapkan: menggunakan AI untuk memahami pelajaran boleh saja, tetapi tidak untuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Hampir 92% mahasiswa sekarang menggunakan AI generatif sampai batas tertentu, naik dari 66% tahun lalu, menurut laporan baru dari Higher Education Policy Institute (HEPI).
"Hampir semua orang menggunakannya," kata Magan Chin, mahasiswa magister kebijakan teknologi di Universitas Cambridge. Di TikTok, ia mengunggah kiat-kiat belajar dengan AI, mulai dari mengatur sesi belajar bergaya obrolan hingga filter pencatatan cerdas.
"AI telah banyak berubah. Awalnya, banyak orang mengira penggunaan Chat GPT adalah kecurangan dan menghambat pemikiran kritis. Namun kini, AI menjadi pendamping belajar, alat komunikasi yang membantu kita berkembang," tambah Chin.
Jika digunakan dengan tepat, AI dapat menjadi alat belajar mandiri yang efektif. Magan Chin menyarankan mahasiswa memasukkan catatan kuliah ke dalam sistem dan membiarkan AI membuat pertanyaan ulasan.
“Anda dapat mengobrol dengannya seperti Anda berinteraksi langsung dengan dosen,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa AI juga mampu menggambar peta pikiran dan meringkas topik-topik yang kompleks.
Jayna Devani, kepala pendidikan internasional di OpenAI, pengembang Chat GPT yang berbasis di AS, mendukung pendekatan ini. "Mahasiswa dapat mengunggah slide presentasi dan membiarkan AI membuat soal pilihan ganda. Ini membantu memecah tugas kompleks menjadi beberapa langkah dan memperjelas konsep," ujarnya.
Namun, masih ada risiko terlalu bergantung pada AI. Untuk mengatasi hal ini, Chin dan teman-temannya menerapkan "metode kontra-argumentasi". Ia menyarankan: "Ketika Chat GPT memberikan jawaban, cobalah bayangkan bagaimana orang lain akan merespons. Anggap saja sebagai perspektif tambahan, tetapi ingat bahwa itu hanyalah satu dari sekian banyak jawaban."
Chin juga menyarankan agar siswa meminta AI untuk memberikan pendekatan berbeda guna memperluas pemikiran mereka.
Pemanfaatan positif semacam itu seringkali disambut baik oleh universitas. Namun, masih ada kekhawatiran di kalangan akademisi tentang penyalahgunaan AI, dengan banyak fakultas memperingatkan bahwa hal itu dapat merusak pengalaman universitas.
Profesor Graham Wynn, Wakil Rektor Bidang Pendidikan di Universitas Northumbria, mengatakan penggunaan AI untuk mendukung dan menyusun tugas dapat diterima, tetapi siswa tidak boleh hanya mengandalkan pengetahuan dan konten yang dihasilkan AI.
“Mahasiswa rentan terhadap ‘ilusi’, referensi yang dibuat-buat, dan konten palsu,” ia memperingatkan.
Seperti banyak universitas lain, Northumbria telah menerapkan alat deteksi AI untuk menandai makalah yang menunjukkan tanda-tanda ketergantungan berlebihan padanya. Di University of the Arts London (UAL), mahasiswa bahkan diwajibkan menyimpan catatan penggunaan AI mereka untuk memastikan transparansi dalam proses kreatif pribadi mereka.
Seperti kebanyakan teknologi baru, segala sesuatunya berubah dengan cepat, kata Profesor Graham Wynn. Perangkat AI yang digunakan siswa saat ini akan menjadi bagian dari dunia kerja di masa mendatang.
Namun, kuliah bukan hanya tentang hasil, melainkan tentang pengalaman belajar. Pesan dari para pendidik jelas: biarkan AI membantu, bukan menggantikan.
Seorang juru bicara UAL juga menekankan dan menyarankan: "Memahami AI adalah keterampilan inti bagi mahasiswa. Dekati dengan rasa ingin tahu, tetapi juga dengan pikiran yang jernih."
Thai Kieu Yen
Sumber: https://dantri.com.vn/giao-duc/su-dung-chatgpt-o-dai-hoc-co-phai-moi-nguy-hai-cua-sinh-vien-20250914161925280.htm
Komentar (0)