Saat menjelaskan dan menerima pendapat dari para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang rancangan Undang-Undang Lembaga Perkreditan yang telah direvisi pada sore hari tanggal 15 Januari, Ketua Komite Ekonomi Dewan Perwakilan Rakyat, Vu Hong Thanh, mengatakan, "Ini adalah undang-undang yang sangat sulit, rumit, dan sangat terspesialisasi."
Ketua Komite Ekonomi Majelis Nasional Vu Hong Thanh berbicara pada pertemuan tersebut
Oleh karena itu, proses koordinasi dengan Bank Negara untuk menerima dan merevisi rancangan undang-undang tersebut juga memerlukan waktu yang tidak sedikit.
Namun, Bapak Thanh menegaskan bahwa kebijakan utama untuk menyelesaikan rancangan undang-undang guna meningkatkan tata kelola dan kapasitas manajemen lembaga kredit telah ditangani, menghindari situasi lembaga kredit yang memanipulasi, mendominasi, dan menyalahgunakan kekuasaan.
Selain itu, persyaratan transparansi informasi telah ditingkatkan secara signifikan. Khususnya, mekanisme inspeksi, pemeriksaan, dan pengawasan operasional internal lembaga kredit, serta tanggung jawab instansi terkait seperti Inspektorat Pemerintah atau Kementerian Keuangan, juga telah dilengkapi dan disempurnakan.
"Diharapkan setelah pertemuan ini, mulai malam ini, kedua lembaga akan mulai melakukan penelitian untuk menerima dan memproses masukan tersebut. Pada pagi hari tanggal 17 Januari, draf laporan penerimaan dan penjelasan Komite Tetap Majelis Nasional harus sudah siap, dan pada tanggal 18 Januari, draf tersebut akan memenuhi syarat untuk diajukan kepada Majelis Nasional guna dipertimbangkan dan disetujui," ujar Bapak Thanh.
Mengenai keprihatinan banyak delegasi mengenai penanganan kepemilikan silang, manipulasi, dan dominasi lembaga kredit, menurut Ketua Komite Ekonomi, "ini merupakan isu yang sangat penting, satu langkah saja tidak cukup, semua langkah harus disatukan dan disinkronkan".
Misalnya, dapatkah regulasi tentang perluasan cakupan pihak terkait menangani semua kepemilikan silang, dominasi, atau manipulasi lembaga kredit? Bapak Thanh juga mengutip kasus Bank SCB, meskipun sekarang kepemilikan individu hanya 5%, "tetapi orang-orang meminta orang ini, orang-orang meminjam nama orang itu untuk mewakili nama mereka".
Oleh karena itu, tidak cukup hanya dengan menetapkannya dalam undang-undang, tetapi juga dalam hal pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan sebagaimana yang diusulkan oleh delegasi. Saat ini, terdapat proyek-proyek di bidang teknologi informasi untuk dapat memeriksa dan mengawasi kegiatan-kegiatan tersebut.
"Saya ingin meminta izin kepada delegasi Majelis Nasional untuk memperluas cakupan orang-orang yang berkerabat agar mencakup kakek-nenek dari pihak ayah, kakek-nenek dari pihak ibu, bibi, paman, dan bahkan cucu, yaitu lima generasi. Ini merupakan langkah yang diperlukan untuk mengendalikan kepemilikan silang," tegas Ketua Komite Ekonomi Majelis Nasional.
Selain itu, rancangan undang-undang ini juga telah mempertimbangkan pendapat dan mengurangi rasio kepemilikan pemegang saham institusional, pemegang saham, dan pihak terkait. Untuk pemegang saham institusional, ketentuan saat ini adalah 15%, rancangan undang-undang ini menetapkan pengurangan menjadi 10%. Untuk pemegang saham institusional, ketentuan saat ini adalah 20%, yang juga menetapkan pengurangan menjadi 15%.
Terkait isu intervensi dini, telah terjadi penerimaan dan penyesuaian dibandingkan dengan draf yang diajukan kepada Majelis Nasional pada sidang ke-6. Apabila bank-bank telah memenuhi kriteria intervensi dini yang belum lengkap, baik akan ada dokumen penghentian intervensi maupun tidak, Komite Tetap Majelis Nasional akan berkoordinasi dengan Bank Negara untuk menangani isu ini, guna memastikan keselarasan hubungan.
Perusahaan kesulitan meminjam modal “seperti bayi berusia 5 tahun yang baru mendapatkan ASI”
Menanggapi rancangan undang-undang tersebut pada sore hari tanggal 15 Januari, delegasi Nguyen Quang Huan (delegasi Binh Duong) menyatakan kekhawatirannya bahwa rancangan undang-undang tersebut tidak menyebutkan lembaga kredit atau bank komersial yang mendukung usaha rintisan. Usaha rintisan dalam perekonomian ibarat bayi yang baru lahir dalam sebuah keluarga, "haus modal seperti bayi yang baru lahir membutuhkan ASI".
Di negara-negara maju, perusahaan rintisan dapat dengan mudah mengakses pinjaman karena bank hanya perlu menyewa konsultan independen untuk menilai kelayakan proyek. Jika layak, mereka dapat meminjamkan uang dan menggunakan proyek tersebut sebagai agunan. Sementara itu, di Vietnam, perusahaan yang ingin meminjam uang harus memiliki agunan di luar proyek. Dalam kondisi normal, perusahaan standar harus mengakumulasi aset setelah 3 hingga 5 tahun akumulasi.
"Dengan demikian, setelah 5 tahun memulai usaha, pelaku usaha akan memiliki persyaratan untuk mengakses pinjaman, seperti bayi yang baru minum ASI saat berusia 5 tahun. Akan ada banyak bayi yang mengalami stunting dan tingkat pertumbuhan 90% usaha kecil dan mikro di Vietnam tidak akan membaik," ujar delegasi Huan.
Ia pun mengusulkan agar panitia perancang mengkaji dan menambah regulasi agar mendukung usaha rintisan agar Vietnam bisa menjadi negara rintisan seperti beberapa negara lain di dunia.
[iklan_2]
Tautan sumber
Komentar (0)