Kinhtedothi - Kebijakan penataan ulang unit administratif, bergerak ke arah penghapusan tingkat menengah dan penggabungan sejumlah provinsi dan kota menarik perhatian publik yang besar.
Dalam Kesimpulan No. 126-KL/TW Politbiro , Sekretariat menekankan perlunya mengkaji orientasi penggabungan sejumlah unit administratif tingkat provinsi, memunculkan masalah pembangunan berkelanjutan dan mengoptimalkan aparatur negara.
Dari perspektif tersebut, kisah penggabungan Quang Nam dan Da Nang kembali diangkat untuk dibahas. Meskipun memiliki kriteria luas wilayah dan jumlah penduduk, isu ini tidak dapat didasarkan pada angka-angka mekanis semata. Di balik keputusan tersebut terdapat kalkulasi strategis terkait ekonomi, urbanisasi, pengelolaan administrasi, dan pembangunan jangka panjang wilayah tersebut.
Pelajaran dari masa lalu: terpecah untuk berkembang, bergabung untuk menerobos?
Pada tahun 1997, Quang Nam dan Da Nang dipisahkan untuk memberikan kesempatan bagi masing-masing wilayah untuk berkembang secara terpisah. Hasilnya menunjukkan bahwa Da Nang berkembang menjadi kawasan perkotaan teladan di negara ini, sementara Quang Nam bertransformasi dari provinsi yang murni agraris menjadi wilayah dengan perekonomian yang dinamis, dengan kawasan industri dan zona ekonomi yang berkembang pesat.
Namun, dalam dekade terakhir, baik Da Nang maupun Quang Nam menghadapi tantangan serius: pertumbuhan ekonomi yang lambat, serangkaian pelanggaran dalam pengelolaan lahan dan tata kota, yang mengakibatkan banyak pejabat terjerat hukum. Khususnya, pembangunan terpisah antara kedua wilayah tersebut tampaknya menciptakan kemacetan, yang justru menyebarkan sumber daya alih-alih saling melengkapi.
Bahkan pada awal 2018-2019, ketika Da Nang berencana memperluas bandara dan membangun pelabuhan Lien Chieu, sementara Quang Nam ingin meningkatkan Chu Lai menjadi bandara internasional, terdapat anggapan bahwa investasi terpisah ini akan menyebarkan sumber daya dan tidak akan memanfaatkan konektivitas regional. Bapak Nguyen Su, mantan pemimpin Kota Hoi An, pernah berkomentar: "Quang Nam dan Da Nang pada dasarnya adalah satu. Meskipun pemisahan itu wajar, penggabungan kini diperlukan."
Penggabungan: solusi untuk hambatan pengembangan?
Saat ini, Da Nang menghadapi kelebihan beban perkotaan: kemacetan lalu lintas, kekurangan air, polusi lingkungan, dan penumpukan sampah. Dengan populasi hanya sekitar 1 juta jiwa, Da Nang ingin menjadi megakota, dengan jumlah penduduk setidaknya 4-5 juta jiwa. Namun, jika pertumbuhannya hanya bersifat mekanis, hal ini akan menimbulkan banyak konsekuensi dalam hal perumahan, lapangan kerja, layanan sosial, dan tekanan terhadap sumber daya.
Sementara itu, Quang Nam, yang ingin menjadi kawasan perkotaan setara dengan Da Nang, juga menghadapi kesulitan akibat eksploitasi lahan yang tidak efektif dan infrastruktur yang tidak sinkron. Jika keduanya terus berkembang secara terpisah, kedua wilayah ini akan menghadapi lingkaran setan: memperluas bandara, mengisi lahan untuk membangun jalan, mengembangkan kawasan perkotaan baru, tetapi masih kekurangan konektivitas secara keseluruhan.
Penggabungan dua wilayah bukan hanya masalah administratif, tetapi juga strategi untuk mengoptimalkan sumber daya, menciptakan poros pertumbuhan yang kuat di wilayah Tengah. Da Nang memiliki keunggulan dalam infrastruktur dan layanan perkotaan, sementara Quang Nam memiliki dana lahan yang besar untuk mengembangkan industri teknologi tinggi dan pertanian. Jika direncanakan secara ilmiah, penggabungan ini dapat membantu mengatasi hambatan yang ada dan menciptakan kekuatan pendorong baru bagi pembangunan sosial-ekonomi.
Terkait penggabungan tersebut, Bapak Le Van Dung, Ketua Komite Rakyat Provinsi Quang Nam, menegaskan persetujuannya. Namun, beliau juga menekankan bahwa implementasinya harus metodis dan ilmiah, menghindari pemikiran mekanistis yang sederhana, karena di baliknya terdapat ribuan kader, pegawai negeri sipil, dan aspirasi rakyat.
Kebijakan Pemerintah Pusat sangat jelas. Quang Nam tidak bisa hanya berdiam diri, tetapi harus secara proaktif mereformasi administrasinya dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk menarik investasi. Kami bertekad untuk memperbaiki staf, mengakhiri stagnasi, dan meningkatkan efektivitas pengelolaan negara,” tegas Bapak Dung.
Pada tahun 2024, Quang Nam mencapai tingkat pertumbuhan 7%, menandai pemulihan setelah bertahun-tahun stagnan. Namun, untuk mencapai terobosan, provinsi ini membutuhkan strategi jangka panjang, dan merger dengan Da Nang bisa menjadi solusi yang tepat.
Membutuhkan strategi jangka panjang dan konsensus yang tinggi
Penggabungan Quang Nam dan Da Nang bukan hanya masalah administratif, tetapi juga peluang untuk merombak strategi pembangunan daerah. Namun, agar kebijakan ini berhasil, diperlukan konsensus dari Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dan terutama masyarakat.
Model "kota di dalam kota" bisa menjadi pilihan yang layak, dengan Da Nang memainkan peran sentral dan Quang Nam menjadi wilayah pengembangan satelit dengan keunggulan di bidang industri dan pertanian. Yang penting adalah perencanaan yang jelas, memaksimalkan keunggulan masing-masing wilayah, sekaligus memastikan keselarasan budaya, masyarakat, dan manajemen administrasi.
Terlepas dari apakah terjadi penggabungan atau tidak, yang terpenting tetaplah satu tujuan bersama: pembangunan berkelanjutan, peningkatan mutu hidup rakyat, dan terciptanya kekuatan ekonomi yang kuat bagi kawasan Tengah.
Penggabungan bukan tentang kembali ke masa lalu, tetapi tentang mencari masa depan yang lebih inovatif.
[iklan_2]
Sumber: https://kinhtedothi.vn/lanh-dao-quang-nam-chia-se-ve-kha-nang-tai-sap-nhap-voi-da-nang.html
Komentar (0)