Di bawah bendera, 214 siswa, sebagian besar beretnis Thailand, berdiri dengan khidmat, mata mereka yang jernih menatap bendera nasional. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa momen sakral dan penuh disiplin ini merupakan perjalanan panjang seorang guru Le Van Dao, yang mengajarkan para siswa untuk "berdiri tegap di bawah bendera" dengan sepenuh hati.
DARI YANG BERANI HINGGA YANG JUJUR
Pada tahun 2017, Bapak Le Van Dao (lahir tahun 1989), seorang warga negara Thailand, resmi bekerja di Sekolah Dasar Chau Tien (sekarang di Kelurahan Chau Hong, Nghe An ). Sekolah ini terletak di tengah perbukitan, dengan jalan tanah berdebu sepanjang 15 km di musim kemarau dan berlumpur saat hujan. Sebagian besar keluarga di sini miskin atau hampir miskin, orang tua sering bekerja jauh, dan anak-anak tinggal di rumah bersama kakek-nenek. Dengan 92% siswa beretnis Thailand, kegiatan belajar mengajar awalnya menghadapi banyak kendala, mulai dari kurangnya perlengkapan sekolah hingga rasa malu dan kebingungan para siswa.
Bapak Le Van Dao dulunya adalah seorang guru seni, tetapi sekolah menugaskannya untuk merangkap jabatan sebagai Ketua Tim mulai tahun ajaran 2020-2021. "Ini pertama kalinya saya melakukan pekerjaan ini, dan saya tidak punya pengalaman, jadi saya benar-benar bingung dan khawatir," ujar Bapak Dao. Tugas pertama sekaligus tantangan terbesarnya adalah mengorganisir upacara pengibaran bendera di awal minggu.
Bapak Le Van Dao memandu tim upacara untuk mempersiapkan penghormatan bendera.
Upacara pengibaran bendera pertama berlangsung kacau karena anak-anak belum memahami makna upacara pengibaran bendera. Banyak dari mereka berdiri tak beraturan dan mengobrol satu sama lain. Mereka hanya mengikuti upacara secara mekanis dan tidak merasakan kesakralan upacara tersebut. Melihat tatapan mata mereka yang bingung dan barisan yang berantakan, Tuan Dao bertanya-tanya: Bagaimana caranya agar anak-anak memahami dan menghargai momen ini?
Maka dimulailah perjalanan "mengajar anak-anak berdiri tegap di bawah bendera". Setelah mengikuti pelatihan profesional dari Persatuan Pemuda Distrik, Bapak Dao kembali ke sekolah dan menyusun rencana yang matang. Beliau memilih siswa kelas 4 dan 5 yang berpotensi membentuk tim upacara. Pelatihan tersebut tidaklah mudah, terutama untuk tim drum. Beliau dengan sabar memberikan instruksi, memutar video , dan mendemonstrasikan setiap gerakan secara langsung, mulai dari cara mengangkat tangan untuk memberi hormat, cara memegang bendera, hingga cara menabuh drum dengan ritme yang tepat dan fasih. Beliau tidak hanya mengajarkan gerakan-gerakan tersebut, tetapi juga melatih sikap, mulai dari tatapan mata hingga kata-kata anggota tim.
Kenangan yang paling diingat Pak Dao adalah cerita tentang drum set lama sekolah, "Dua tahun lalu, sekolah masih menggunakan drum set yang bocor, rusak, dan suaranya sudah tidak bagus lagi. Saat latihan, anak-anak di tim drum terus berebut drum yang bagus. Melihat hal itu, saya memberi syarat: siapa pun yang bermain lebih baik akan mendapatkan drum itu. Setelah dorongan itu, anak-anak berusaha keras dan tim drum memiliki lebih banyak pemain bagus. Itu adalah momen yang tak akan pernah saya lupakan."
Berkat kegigihan sang guru, barisan perlahan-lahan menjadi lurus, gerakannya menjadi rata dan tepat. Yang lebih penting, Guru Dao tahu bahwa agar para siswa benar-benar serius, mereka harus memahami makna dari apa yang mereka lakukan.
KETIKA LAGU KEBANGSAAN BERGEMAR DARI HATI
Selain mempraktikkan ritual, Pak Dao senantiasa berusaha agar makna Bendera Nasional dan Lagu Kebangsaan meresap dalam jiwa muda murid-muridnya. Dalam setiap pertemuan, beliau kerap mengajukan pertanyaan sederhana: "Siapakah yang membuat kita mampu hidup, bersekolah, makan enak, dan berpakaian rapi hari ini? Apa arti bendera merah dengan bintang kuning?". Beliau berkoordinasi dengan wali kelas untuk mengintegrasikan pendidikan patriotik ke dalam pembelajaran. Beliau menceritakan kisah-kisah tentang pengorbanan para pahlawan dan martir, tentang sejarah bangsa yang gemilang kepada para siswa. Lambat laun, para siswa mulai memahami. Perubahan tersebut tidak hanya datang dari tindakan lahiriah, tetapi juga dari kesadaran. Para siswa tidak lagi bersikap dangkal, melainkan menjalankan ritual dengan penuh rasa hormat.
Vi Anh Phach, siswa kelas 5 dan anggota tim drum, berbagi: “Tahun ini, saya sangat senang terpilih menjadi anggota tim drum, karena sayalah yang memainkan drum untuk seluruh sekolah, memberi hormat kepada bendera, dan menyanyikan lagu kebangsaan.” Ketika ditanya tentang perasaannya saat menyanyikan lagu kebangsaan, Phach dengan penuh emosi berkata: “Saya teringat akan sosok para prajurit yang berkorban secara heroik untuk melindungi negara. Berkat mereka, kita bisa sampai pada hari ini. Saya akan berusaha belajar dengan baik agar tidak mengecewakan orang tua dan guru-guru saya.”
Vi Anh Phach, siswa kelas 5 dan anggota tim drum, melakukan upacara penghormatan bendera.
Tak hanya upacara pengibaran bendera, Bapak Dao juga menyelenggarakan berbagai kegiatan Tim untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air dan negara bagi para siswa. Pertemuan bintang tematik, lomba "Membunyikan Lonceng Emas", dan "Memetik Bunga Demokratis" untuk belajar sejarah, kegiatan seni, mendongeng, dan melukis tentang hari-hari besar nasional telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sekolah para siswa. Melalui kegiatan tersebut, para siswa lebih memahami akar mereka, sejarah bangsa, dan semakin mencintai tanah air mereka.
Guru Le Van Dao membimbing anggota tim dalam berlatih menabuh genderang upacara.
Di tengah suasana penuh sukacita seantero negeri yang merayakan 80 tahun Revolusi Agustus dan Hari Nasional 2 September, kisah guru Le Van Dao dan murid-murid mudanya di Sekolah Dasar Chau Tien bagaikan sepenggal nada yang jelas dalam simfoni perdamaian. Dari tindakan sederhana seperti mengajar anak-anak untuk berdiri dengan khidmat dan menyanyikan Lagu Kebangsaan dengan sepenuh hati, guru Dao telah menanamkan benih-benih cinta, tanggung jawab, dan kebanggaan nasional dalam jiwa mereka. Di masa depan, di mana pun mereka berada dan apa pun yang mereka lakukan, mereka akan selalu mengingat bendera nasional dan pelajaran pertama tentang cinta tanah air...
"Kesadaran diri siswa dalam beraktivitas merupakan keberhasilan guru. Melihat mereka dengan khidmat di bawah bendera, menyanyikan Lagu Kebangsaan secara serempak, saya merasakan kebanggaan, emosi yang tak terlukiskan. Saya lebih mencintai pekerjaan saya, siswa saya, dan tanah air saya," ujar Bapak Le Van Dao, guru di Sekolah Dasar Chau Tien (Kelurahan Chau Hong, Nghe An).
Sumber: https://phunuvietnam.vn/geo-long-yeu-nuoc-tu-le-chao-co-noi-reo-cao-20250902155100812.htm
Komentar (0)