Jawabannya terletak pada reorientasi pendidikan jurnalisme, memastikan bahwa jurnalis dapat menegakkan nilai-nilai inti profesi dan memanfaatkan teknologi sepenuhnya.

Masalah yang timbul dari praktik
Menurut statistik Kementerian Informasi dan Komunikasi pada tahun 2024, lebih dari 77% penduduk Vietnam menggunakan internet, dengan lebih dari 70 juta pengguna media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa informasi bukan lagi "hak istimewa" pers tradisional, melainkan tersebar dengan kecepatan yang luar biasa melalui platform digital. Namun, perkembangan ini juga membawa tantangan besar.
Sebuah studi di Columbia Journalism Review menemukan bahwa kecerdasan buatan (AI) membentuk kembali jurnalisme dengan membantu tugas-tugas seperti analisis data dan mengoptimalkan distribusi berita, tetapi juga menciptakan ketidaksetaraan antara organisasi berita besar dan kecil, terutama karena organisasi berita lokal dan Global Selatan tertinggal dalam mengadopsi teknologi.
Selain itu, maraknya misinformasi dan “ruang gema” akibat personalisasi konten yang berlebihan telah memengaruhi nilai-nilai komunitas, sebagaimana dianalisis dalam sebuah studi di Frontiers.
Di Vietnam, agensi pers seperti VnExpress, Tuoi Tre... telah mulai menerapkan AI dalam manajemen konten dan interaksi dengan pembaca. Namun, banyak jurnalis masih belum sepenuhnya memiliki keterampilan untuk bekerja di lingkungan digital.
Di era digital, pendidikan jurnalisme di Vietnam menghadapi banyak keterbatasan. Sebuah studi menunjukkan bahwa sejak 2018, penelitian tentang AI dalam jurnalisme telah meningkat tajam, tetapi isu-isu pendidikan dan pelatihan jurnalis untuk beradaptasi dengan AI belum sepenuhnya dibahas.
Secara spesifik, masih terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut: Program pelatihan belum mengikuti tren teknologi. Banyak program masih berfokus pada keterampilan tradisional seperti menulis berita, artikel, dan wawancara, tetapi kurang memperhatikan keterampilan digital seperti penggunaan AI, analisis data, atau produksi konten multimedia. Siswa seringkali lebih banyak mempelajari teori daripada praktik. Misalnya, sangat sedikit sekolah yang melatih keterampilan dalam menggunakan perangkat AI untuk menganalisis data atau mengoptimalkan SEO untuk artikel. Pemikiran transformasi digital masih terbatas. Banyak siswa yang lulus tanpa kemampuan beradaptasi dengan lingkungan digital, tidak tahu cara memanfaatkan jejaring sosial untuk menjangkau pembaca, atau menghadapi berita bohong.
Selain itu, beberapa jurnalis muda kurang memiliki keterampilan lunak dan etika profesional di lingkungan digital, mengejar tren "mendapatkan tayangan" dan "mendapatkan suka" sambil melupakan tanggung jawab sosial mereka. Keterbatasan ini menunjukkan perlunya perubahan komprehensif dalam pelatihan jurnalisme, agar jurnalis Vietnam tidak hanya dapat mengikuti perkembangan, tetapi juga menjadi pelopor di era digital.
Untuk memenuhi tuntutan era digital, pendidikan jurnalisme perlu diorientasikan kembali secara komprehensif. Pertama, lembaga pelatihan perlu mengintegrasikan mata kuliah terkait teknologi digital ke dalam kurikulum mereka.
Sebuah studi di Frontiers menyoroti bahwa jurnalis masa depan perlu menjadi "spesialis", yang menggabungkan keterampilan tradisional dengan kecakapan teknologi. Hal ini mengharuskan mahasiswa jurnalisme dibekali dengan keterampilan seperti menggunakan AI untuk mendukung pekerjaan mereka, seperti analisis data, penulisan berita otomatis, atau personalisasi konten.
Misalnya, di The Washington Post, AI sudah digunakan untuk menulis cerita pendek atau menganalisis data pemilu. Selain itu, jurnalis perlu dilatih untuk bekerja dengan big data, menggunakan perangkat seperti Excel, Tableau, atau Google Data Studio untuk menganalisis dan memvisualisasikan informasi, sehingga mengungkap cerita di balik angka-angka tersebut.
Di era digital, pembaca tidak hanya membaca koran tetapi juga menonton video, mendengarkan Podcast, atau berinteraksi melalui grafik, sehingga mahasiswa jurnalisme perlu belajar cara merekam video, mendesain grafik, dan memproduksi Podcast.
Keterampilan penting lainnya adalah mengoptimalkan konten untuk platform digital, yang mencakup pemahaman SEO (Search Engine Optimization), cara menulis judul yang menarik, dan cara menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi.
Selain memperbarui kurikulum, sekolah perlu menambah waktu latihan, memberi siswa akses ke ruang redaksi, perusahaan teknologi, atau proyek dunia nyata. Sebuah studi di Science Direct menunjukkan bahwa AI dapat mendukung jurnalisme berkualitas tinggi, tetapi kombinasi teknologi dan latihan diperlukan untuk memastikan efektivitasnya.
Oleh karena itu, mahasiswa dapat magang di kantor berita besar, tempat mereka diperkenalkan dengan perangkat dan proses produksi konten digital, atau berpartisipasi dalam proyek-proyek seperti membangun situs web, membuat laporan video, atau menganalisis data tentang sejumlah isu sosial. Mengundang para ahli dari bidang teknologi, AI, atau media digital untuk mengajar juga merupakan cara bagi mahasiswa untuk mengakses pengalaman praktis, membantu mereka lebih memahami cara menerapkan teknologi dalam pekerjaan.
Terampil, kuat secara moral
Transformasi digital bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal kesadaran. Oleh karena itu, jurnalis perlu dilatih untuk berpikiran terbuka dan siap beradaptasi dengan perubahan. Pemikiran inovatif sangat penting untuk menemukan perspektif baru dan menciptakan konten unik guna menarik pembaca di lingkungan yang sangat kompetitif.
Di saat yang sama, berpikir kritis juga sangat penting, terutama ketika misinformasi merajalela di media sosial. Jurnalis perlu tahu cara menganalisis, memverifikasi informasi, dan membuat penilaian yang objektif, sebagaimana ditekankan dalam penelitian tentang dampak AI terhadap kekacauan informasi. Selain itu, jurnalis perlu memiliki pola pikir global, memahami tren pers internasional, dan mempelajari bagaimana kantor berita besar seperti BBC dan CNN menerapkan teknologi untuk berinovasi.
Di era digital, jurnalis tidak hanya perlu mempertahankan keterampilan tradisional mereka, tetapi juga mengembangkan keterampilan baru untuk memenuhi tuntutan lingkungan digital. Pertama dan terpenting, jurnalis perlu menguasai teknologi dan keterampilan digital, karena mereka tidak dapat bekerja secara efektif tanpa perangkat modern. Sebuah studi menunjukkan bahwa AI telah mempercepat otomatisasi konten, memberi jurnalis lebih banyak waktu untuk fokus pada tugas-tugas inti seperti penceritaan dan investigasi.
Oleh karena itu, jurnalis perlu mengetahui cara memanfaatkan AI untuk mendukung pekerjaan mereka, mulai dari mencari informasi, menganalisis data, hingga mengoptimalkan konten. Jurnalis juga perlu mengetahui cara merekam video, mengedit audio, dan mendesain grafis untuk menciptakan konten multimedia yang menarik di platform digital, serta menggunakan data untuk menemukan cerita di balik angka-angka, seperti menganalisis data tentang perubahan iklim atau epidemi.
Selanjutnya, jurnalis perlu melatih pemikiran kreatif dan kritis, karena di era digital, mereka bukan hanya reporter, tetapi juga pencerita. Berpikir kreatif membantu jurnalis menemukan perspektif baru, sementara berpikir kritis membantu mereka memverifikasi informasi dan menghasilkan artikel yang bernilai. Di lingkungan digital, jurnalis juga perlu membangun merek pribadi mereka untuk meningkatkan pengaruh dan terhubung dengan pembaca. Ini termasuk membuat profil profesional di jejaring sosial seperti LinkedIn, Twitter, atau TikTok untuk berbagi artikel, opini, dan membangun komunitas pembaca setia.
Elemen penting lainnya adalah pola pikir belajar sepanjang hayat, karena teknologi terus berubah setiap hari, dan jurnalis perlu terus belajar untuk mengikuti perkembangan terkini. Ini bisa mencakup mengikuti kursus daring tentang AI, jurnalisme data, atau menghadiri seminar.
Pada akhirnya, terlepas dari seberapa majunya teknologi, etika profesional tetap menjadi prinsip utama bagi para jurnalis. Jurnalis harus selalu mengutamakan kepentingan publik, menghindari keuntungan pribadi atau tren negatif di media sosial. Di era digital, jurnalis perlu lebih transparan, jujur, dan bertanggung jawab dalam setiap artikel, memastikan bahwa teknologi digunakan untuk meningkatkan nilai jurnalisme, bukan untuk merusak kepercayaan publik.
Sumber: https://hanoimoi.vn/dao-tao-bao-chi-oi-moi-de-dap-ung-yeu-cau-cua-ky-nguyen-moi-705807.html
Komentar (0)